Senin, 05 Maret 2012

Harta bukan sumber kebahagiaan

Apakah yang lebih menenangkan hati seorang suami melebihi keikhlasan isteri mencintai?

Apakah yang lebih membahagiakan seorang lelaki melebihi ketulusan wanita menerima keadaan suami apa adanya?

Apakah yang lebih patut disyukuri melebihi ketegaran isteri menjalani hidup bersahaja karena kuatnya ‘izzah & penjagaan diri dari dosa?

Kita merasakan syukur yang amat dalam disebabkan hati tak disibukkan untuk mengejar angan-angan di saat kita bekerja keras.Tapi bukankah kerja keras itu jalan merebut rezeki?.....Kerja keras profesional memang bisa membuka pintu rezeki sehingga mengalir deras.....Tp sangat beda nikmat yg kita rasakan antara kerja keras u/ menimbun harta dengan kerja keras demi mengumpulkan bekal untuk amal shalih.

Kerja-keras demi menimbun harta akan membuat kita merasa kehilangan setiap ada yang terlepas dari tangan kita, meski sangat sedikit...Smentara brtambahnya tidak membuat hati kita semakin tenang. Justru sebaliknya, semakin bertambah harta kita smakin gelisah rasanya..karena kita terus-menerus dikejar angan-angan untuk mengumpulkan lebih banyak lagi sampai tanah memenuhi perut kita.
Allah Ta’ala ingatkan, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takaatsur, 102: 1-2).
Padahal, sangat sedikit yang bisa kita lakukan dengan harta kita. Kita memang bisa membeli kemewahan dengan harta yang kita miliki.Tetapi harta tidak bisa membeli kebahagiaan dan kedamaian jiwa. Harta bisa membeli senyuman, tapi bukan tulusnya perhatian..
Inilah paradoks kekayaan ketika waktu, tenaga, pikiran dan perasaan kita terus-menerus dikuras u/ mengejarnya. Inilah paradoks yg getir.Smakin banyak mnimbun harta, smakin miskin rasanya kita. Smakin besar smpanan uang kita, justru cnderung membuat kita smakin tak tenang.Kita semakin tak punya waktu untuk menikmati hidup & mensyukuri karunia Allah Ta’ala. Kita jauh dari-Nya karena merasa diri cukup.

Sebaliknya, kita justru smakin disibukkan oleh hasrat mnggebu u/ mengejar uang lebih banyak lagi. Akibatnya, kita smakin sulit bahagia.Itulah yang hari ini dirasakan oleh jutaan warga Amerika. Mereka semakin sulit menemukan kebahagiaan di saat hidupnya smakin makmur.Mereka semakin miskin jiwa, di saat kekayaannya bertambah-tambah. Mereka semakin “kekurangan” di saat merasa dirinya cukup.

Teringat sabda Nabi, ”Bukanlah kaya itu krn banyaknya harta benda, tp sesungguhnya kaya itu adalah kaya jiwa.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ya, banyak yg berlimpah harta tp miskin hidupnya. Bahagia tidak, tenang pun tidak. Besar kekayaannya, tp kecil ketenteraman jiwanya....Banyak kesenangan yg bisa ia beli, tetapi sedikit kebahagiaan yg ia raih. Berhibur tak kurang-kurang, tp bahagia tak kunjung datang.Banyak kelezatan yang ia kumpulkan, tetapi ia lupa bahwa lezat tidak sama dengan nikmat...Betapa banyak orang yang mampu membeli makanan lezat, tetapi tidak bisa makan dengan nikmat.

Sungguh beda kekayaan & kebahagiaan. Harta bisa antar kita pd kebaikan & kebahagiaan jika kita genggam dg tangan & bukan dg hati..Artinya, kekayaan memang ada di tangan kita. Tapi hati kita tidak disibukkan olehnya. Kita tidak gelisah memikirkan harta agar brtambah..Sebaliknya, kita berusaha memperbaiki amal dan menyempurnakan niat. Sementara pada saat yang sama kita semakin keras bekerja..
Kita lebih bersungguh-sungguh bukan krn mengejar dunia u/ kita nikmati, tp u/ genggam dunia agar bisa kita pergunakan u/ amal shalih....Di sinilah letak perbedaannya! Di sini pula kita mengerti mengapa kehadiran isteri yang ridha terhadap sedikitnya rezeki berhati-hati terhadap halal tidaknya harta, dan bersemangat terhadap amal-shalih; merupakan sumber kebahagiaan yang tak ternilai.
Semoga Allah Ta’ala menolong kita, memberikan hidayah kepada kita, keluarga & keturunan kita. Semoga Allah Ta’ala ridhai kita. (catatan fb tgl 13 des)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar