Apakah yang lebih menenangkan hati seorang suami melebihi keikhlasan isteri mencintai?
Apakah yang lebih membahagiakan seorang lelaki melebihi ketulusan wanita menerima keadaan suami apa adanya?
Apakah
yang lebih patut disyukuri melebihi ketegaran isteri menjalani hidup
bersahaja karena kuatnya ‘izzah & penjagaan diri dari dosa?
Kita
merasakan syukur yang amat dalam disebabkan hati tak disibukkan untuk
mengejar angan-angan di saat kita bekerja keras.Tapi bukankah kerja
keras itu jalan merebut rezeki?.....Kerja keras profesional memang bisa
membuka pintu rezeki sehingga mengalir deras.....Tp sangat beda nikmat
yg kita rasakan antara kerja keras u/ menimbun harta dengan kerja keras
demi mengumpulkan bekal untuk amal shalih.
Kerja-keras
demi menimbun harta akan membuat kita merasa kehilangan setiap ada yang
terlepas dari tangan kita, meski sangat sedikit...Smentara brtambahnya
tidak membuat hati kita semakin tenang. Justru sebaliknya, semakin
bertambah harta kita smakin gelisah rasanya..karena kita terus-menerus
dikejar angan-angan untuk mengumpulkan lebih banyak lagi sampai tanah
memenuhi perut kita.
Allah Ta’ala ingatkan, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takaatsur, 102: 1-2).
Padahal,
sangat sedikit yang bisa kita lakukan dengan harta kita. Kita memang
bisa membeli kemewahan dengan harta yang kita miliki.Tetapi harta tidak
bisa membeli kebahagiaan dan kedamaian jiwa. Harta bisa membeli
senyuman, tapi bukan tulusnya perhatian..
Inilah paradoks kekayaan
ketika waktu, tenaga, pikiran dan perasaan kita terus-menerus dikuras
u/ mengejarnya. Inilah paradoks yg getir.Smakin banyak mnimbun harta,
smakin miskin rasanya kita. Smakin besar smpanan uang kita, justru
cnderung membuat kita smakin tak tenang.Kita semakin tak punya waktu
untuk menikmati hidup & mensyukuri karunia Allah Ta’ala. Kita jauh
dari-Nya karena merasa diri cukup.
Sebaliknya, kita justru
smakin disibukkan oleh hasrat mnggebu u/ mengejar uang lebih banyak
lagi. Akibatnya, kita smakin sulit bahagia.Itulah yang hari ini
dirasakan oleh jutaan warga Amerika. Mereka semakin sulit menemukan
kebahagiaan di saat hidupnya smakin makmur.Mereka semakin miskin jiwa,
di saat kekayaannya bertambah-tambah. Mereka semakin “kekurangan” di
saat merasa dirinya cukup.
Teringat sabda Nabi, ”Bukanlah
kaya itu krn banyaknya harta benda, tp sesungguhnya kaya itu adalah
kaya jiwa.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ya, banyak yg berlimpah harta tp
miskin hidupnya. Bahagia tidak, tenang pun tidak. Besar kekayaannya,
tp kecil ketenteraman jiwanya....Banyak kesenangan yg bisa ia beli,
tetapi sedikit kebahagiaan yg ia raih. Berhibur tak kurang-kurang, tp
bahagia tak kunjung datang.Banyak kelezatan yang ia kumpulkan, tetapi ia
lupa bahwa lezat tidak sama dengan nikmat...Betapa banyak orang yang
mampu membeli makanan lezat, tetapi tidak bisa makan dengan nikmat.
Sungguh
beda kekayaan & kebahagiaan. Harta bisa antar kita pd kebaikan
& kebahagiaan jika kita genggam dg tangan & bukan dg
hati..Artinya, kekayaan memang ada di tangan kita. Tapi hati kita tidak
disibukkan olehnya. Kita tidak gelisah memikirkan harta agar
brtambah..Sebaliknya, kita berusaha memperbaiki amal dan menyempurnakan
niat. Sementara pada saat yang sama kita semakin keras bekerja..
Kita
lebih bersungguh-sungguh bukan krn mengejar dunia u/ kita nikmati, tp
u/ genggam dunia agar bisa kita pergunakan u/ amal shalih....Di sinilah
letak perbedaannya! Di sini pula kita mengerti mengapa kehadiran isteri
yang ridha terhadap sedikitnya rezeki berhati-hati terhadap halal
tidaknya harta, dan bersemangat terhadap amal-shalih; merupakan sumber
kebahagiaan yang tak ternilai.
Semoga Allah Ta’ala menolong kita,
memberikan hidayah kepada kita, keluarga & keturunan kita. Semoga
Allah Ta’ala ridhai kita. (catatan fb tgl 13 des)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar