Rabu, 16 Mei 2012

Konteks hadits terputusnya amal seseorang kecuali tiga perkara


Tiga hal yg mengikuti jenazah sampai kuburan

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salam telah mangingatkan kita dalam sebuah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,  
"Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”.Al-Bukhari dan Muslim
 hadis lain : 
"Ada tiga hal yang mengikuti mayit,lalu yang dua pulang dan yang satunya tidak.Yang mengikutinya ialah harta, keluarganya dan amalnya, lalu keduanya pulang(harta dan kelurga),dan yang tetap tinggal adalah amalnya”.HR Muslim
Ya, kita lupa untuk beramal shaleh ketika didunia sebagai bekal akhirat kita. Padahal amal perbuatan kita yang akan menemani kita di kehidupan selanjutnya- di kubur, masyhar dan akhirat lainnya-, baik perbuatan baik maupun salah. Keluarga yang kita cintai dan mencintai kita tidak akan menemani kita kedalam kubur, kecuali anak keturunan yang shaleh yang senantiasa mendoakan kita, akan menjadi penghibur kita dengan doa yang dilantunkan untuk kita.
Ya, keluarga dan harta yang selalu bergaul dengan kita, suatu saat akan berpisah dengan kita. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menjadikan hartanya sebagai sarana untuk berdzikir kepada Allah Subhana wa ta’ala dan menafkahkannya untuk kepentingan akhirat serta membina keluarga, istri dan anaknya, agar menjadi hamba yang shaleh dan shalehah yang akan senantiasa beramal shaleh dan mendoakannya yang berguna bagi dirinya yaitu orang tuanya yang mendidik dan membinanya ketika telah tiada. Dan sebaliknya, orang yang merugi adalah orang yang menjadikan harta dan keluarga sesuatu yang menyibukkanya hingga lupa danlalai kepada Allah Subhana wa Ta’ala.
Allah Subhana Wa Ta’ala mengingatkan dalan firman-Nya :
“Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. (QS. Al-Fath: 11).
Dan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang mdmbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. (QS. Al-Munafiqun: 9).
Nah jika demikian, mari kita ingat untuk mempersiapkan bekal hari akhir. Bukan dengan melupakan dunia kita, tetapi dengan menggunakan dunia kita untuk senantiasa ingat Allah Subhana wa Ta’ala. Ingatlah hari dimana Allah Ta’ala berfirman :
(yaitu) di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. Al-Asyu’ara: 88-89.

Terputusnya amal seseorang kecuali tiga perkara

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayub dan Qutaibah (yakni Ibnu Sa’id) dan Ibnu Hajar, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Isma’il (dan dia adalah Ibnu Ja’far) dari al-’Ala’i dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631

Makna hadits
Pertama: Jika manusia itu mati, amalannya terputus. Dari sini menunjukkan bahwa seorang muslim hendaklah memperbanyak amalan sholeh sebelum ia meninggal dunia.

Kedua: Allah menjadikan hamba sebab sehingga setelah meninggal dunia sekali pun ia masih bisa mendapat pahala, inilah karunia Allah.

Ketiga: Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, di antaranya:

a. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
b. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
c. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.

Keempat: Di antara kebaikan lainnya yang bermanfaat untuk mayit muslim setelah ia meninggal dunia yang diberikan orang yang masih hidup adalah do’a kebaikan yang tulus kepada si mayit tersebut. Do’a tersebut mencakup do’a rahmat, ampunan, meraih surga, selamat dari siksa neraka dan berbagai do’a kebaikan lainnya.

Kelima: Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “atau anak sholeh yang mendo’akannya”, tidaklah dipahami bahwa do’a yang manfaat hanya dari anak saja. Bahkan do’a kebaikan orang lain untuk si mayit tersebut tetap bermanfaat insya Allah. Oleh karena itu, kaum muslimin disyari’atkan melakukan shalat jenazah terhadap mayit lalu mendo’akan mayit tersebut walaupun mayit itu bukan ayahnya.

Keenam: Dalam hadits terdapat isyarat adanya keutamaan menikah, juga terdapat dorongan untuk menikah dan memperbanyak keturunan supaya mendapatkan keturunan sholeh (sehingga bermanfaat nantinya ketika kita telah meninggal dunia, pen).

Penjelasan hadits terputusnya amal reseorang kecuali tiga perkara
Perlu kita ingat bahwa 'pemahaman' suatu apapun itu akan berbeda makna tergantung dari dari mana kita meng`mbil sumbernya sebuah ukuran,dalam arti semua ilmu akan memiliki makna berbeda sesuai dengan ukuran yang dipilihnya.Sudah menjadi kewajiban sebagai umat muslim,kita harus menjadikan Al-Qur'an,Assunnah dan ijma' sebagai ukuran dalam memahami segala sesuatu,baik itu menyangkut urusan di dunia maupun untuk urusan di akhirat kelak.
Jika suatu pemahaman hanya didasarkan pada ukuran hawa nafsu,popularitas,kekuasaan dan baik semata maka bersiaplah kita akan tersesat didalamnya.

Barang siapa yang Allah kehendaki baik dalam hidupnya adalah Allah telah meluruskan pemahaman dalam agamanya,begitu sebaliknya.Oleh karena itu,mari kita jaga hati,lisan dan sikap kita atas ilmu yang belum kita pahami seutuhnya.Namun seperti yang Rosulalloh sabdakan bahwa kita tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan kitabulloh dan assunnah.

Seperti bagaimana para ulama telah memahami hadits ini,sudah menjadi ijma' (kesepakatan) bahwa seseorang yang telah meninggal maka terputuslah amalnya,kecuali 3 hal yakni amal jariyyah,ilmu yang bermanfa'at dan anak sholeh yang selalu mendo'akannya.

1.Shodaqoh Amal Jariyyah

Seseorang yang telah wafat atau meninggal dunia akan mendapatkan pahala yang yang terus mengalir dari amal jariyah yang telah ia sodaqohkan selama hidupnya.
Misal selama hidup ia memberikan sedekah amal untuk pembangunan masjid,pembuatan sumur,sedekah mobil jenazah dan lain sejenisnya.Selama sesuatu itu yang ia tinggalkan masih bermanfaat untuk masyarakat sebagai penunjang mengunduh pahala,maka ia (seseorang yang telah meninggal tersebut) akan terus mendapatkan pahalanya,tentu seseorang tersebut memiliki akidah dan ketauhidan yang benar.

Apakah pahala akan sampai kepada si mayyit dari shodaqoh yang diwakilkan?

Sesuai dengan ilmu syar'i,tentu sampainya pahala ini pada ahli kubur harus berdasarkan ukuran Al-Qur'an dan sunnah serta ijma' para ulama salafush shaleh.Diantaranya,pahala tetap sampai pada ahli kubur meskipun shodaqoh diwakilkan oleh seseorang yang masih hidup dengan catatan amal jariyyah tersebut diniatkan untuk si mayyit,dan hal ini tentu harus sesuai dengan ilmu syar'i mengingat kita juga harus mengetahui syarat diterimanya sebuah amal,seperti terhindar dari kebid'ahan dan syirik.

2.Ilmu yang Bermanfaat

Inilah mengapa Islam sangat menekankan kepada kita untuk selalu beramar ma'ruf nahi munkar dan menekankan untuk senantiasa menjaga lisan kita.Karena ketahuilah saudaraku,sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
Misal selama hidup ia meninggalkan ilmu tentang mencari keselamatan hakiki dan senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar,melakukan dakwah Islam yang murni sesuai ilmu syar'i,menuliskan buku tentang ilmu-ilmu agama (tauhid,fiqh,akidah,dll),membuat situs atau blog yang memberikan ilmu syar'i yang bermanfaat dan lain sebagainya.
Begitu juga ilmu yang kita turunkan pada anak dan cucu kita,saudara-saudara kita dan sesama.

Disini dapat kita lihat,bagaimana kita akan mempertanggungjawabkan jika ilmu yang kita sampaikan selama hidup jauh dari kebenaran justru sebaliknya mengajak pada kemungkaran,misal membuat situs pornografi,situs-situs penghujat Islam,dll?Na'udzubillah.

3.Anak sholeh yang senantiasa selalu mendo'akannya

Hal dan perkara yang ketiga inilah yang menjadi pro kontra dan menghasilkan pemahaman yang berrbeda-beda,mengapa hal ini bisa terjadi?
Betul akhi,karena pemahaman yang didasarkan ukuran diluar Al-Qur'an,sunnah dan ijma' maka akan menghasilkan praktek-praktek yang justru membuat hati kita bertambah kotor.

Oleh karenanya,


Kita harus benar-benar memahami syarat-syarat diterimanya amal dan harus mengerti benar dibangun diatas dasar apa agama yang kita cintai ini.Islam dibangun berdasarkan dalil,kita puasa,zakat,haji,shalat,wudhu,dll semua itu berdasarkan dalil.Ada dalil yang memerintahkan kita untuk itu,karena memang Islam dibangun berdasarkan dalil.Tak ada dalil buat apa kita lakukan?
Jika kita hanya beranggapan Islam ini diturunkan hanya untuk menyempurnakan akhlak saja,saya kira semua agama mengatur untuk itu.Banyak kaum kuffar yang berakhlak baik,namun apa tujuan diutusnya seorang Rasul? betul akhi,untuk mentauhidkan,mengEsakan Allah Subhanahu wa Ta'ala.Semata-mata ibadah kita,amal kita,do'a kita semata-mata ditujukan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hanya Allah-lah dzat yang harus kita sembah.
Secara otomatis,dengan hati kita yang mencoba mengindarkan diri dari syirik,kita akan mencari tahu amal seperti apa yang diridhoi dan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Lantas `mal seperti apa?
Sesuai dengan bunyi haditr,

Dari Shahabat Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan ilmunya kepada kami.” Berkata Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian.”
[HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), dari Shahabat al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albany dalam Irwa-ul Ghaliil, no. 2455.]
Jadi,jika ada amalan yang tidak ada penjelasandari Al-Qur'an,sunnah dan ijma' buat apa kita lakukan? kini kembali pada permasalahan anak sholeh yang senantiasa selalu mendo'akannya,jika amalan bid'ah akan tertolak (ini jelas berdasarkan hadits yang shahih) maka masihkan kita sebagai orang tua menginginkan do'a dari anak kita yang masih berbalut bid'ah setelah kita meninggal nanti?
Tak inginkah kita menurunkan ilmu syar'i pada anak-anak kita sebagai bekal hidupnya dan do'a anak kita untuk kita setelah kita tak lagi menginjak dunia ini?
Itulah sebabnya praktek dan amalan-amalan yang tak ada tuntunannya namun berniat untuk mendapatkan pahala seperti tahlilan dan ritual-ritual yang berbalut bid'ah lebih disukai syetan.

Sepintas memang apa yang dilakukan dalam tahlilan adalah baaik,namun coba kita renungkan,

Apakah para sahabat melakukannya?jikalau itu memang baik mengapa sahabat tak pernah melakukannya?

A:Tapi ini khan tradisi mas?..

B:apakah kita akan mendo'akan dan mengirimkan pahala pada simayyit hanya berdasarkan sebuah tradisi?

Masihkah kita tega menyantap makanan dari keluarga yang terkena musibah ini?

A:ah,itu aja khan saya juga niatkan atas nama simayyit mas dan saya ikhlas kok ga ngersa terbebani..

B:apakah belum sampai kepada anda bahwa 'Allah tidak akan menerima amal seseorang yang menyejutukan Allah dan mengingkari apa-apa yang dibawa oleh RasulNya?

A:lalu apa hubungannya?..

B:bagaimana anda bisa mengatakan telah mentauhidkan Allah dan tidak mengingkari apa yang telah disampaikan Rasulalloh sedang anda mesih melakukan praktek bid'ah?

Membaca Al-Qur'an,Dzikir (tahlil) justru kita diwajibkan untuk itu,namun harus kita kerjakan sesuai dengan pada tempatnya,seperti apa? YAKNI seperti apa-apa yang telah disampaikan oleh Rasulalloh melalui hadits-hadits yang shahih,pemahaman para salafush shaleh dan ijma' atau kesepakatan para ulama tentang ilmu syar'i masalah ini.
Jadi,masih relakah kita jika anak kita nanti melakukan praktek bid'ah dalam mendo'akan kita sebagai orang tua setelah kita mati nanti?

Belum lagi apa yang akan kita pertanggungjawabkan atas apa yang kita turunkan kepada anak cucu kita,semoga Allah menjadikan kita hamba yang senantiasa takut dan taqwa kepadaNya,dijadikan kita mati dalam khusnul khatimah,ditunjukkan kita dalam jalan yang lurus dan menguatkan kita dalam bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'la.









Wallahu a’lam
(artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)
“Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”