Semua itu berarti tergantung niat,
tujuan, terpenuhinya syarat dan rukun haji, serta kepatuhan dalam segala
perintah dan larangan haji. Walhasil, mabrur tidaknya jamaah haji
adalah rahasia ilahi. Hanya Allah-lah yang tahu diterima atau tidaknya
haji seorang hamba. Tak ada manusia yang tahu. Termasuk para pelaku
sendiri, tak pernah yakin, apakah hajinya mabrur atau tidak.
Karena itu, ibadah haji bukanlah penutup dari segala ibadah. Ibadah haji bukan jaminan sudah sempurnanya penghambaan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Bahkan, ibadah haji hendaknya menjadi titik awal untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala.. Lebih taat menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah di tengah ritual ibadah haji terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya?
Karena itu, ibadah haji bukanlah penutup dari segala ibadah. Ibadah haji bukan jaminan sudah sempurnanya penghambaan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Bahkan, ibadah haji hendaknya menjadi titik awal untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala.. Lebih taat menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah di tengah ritual ibadah haji terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya?
Jadi, pasca beribadah haji, seorang
hamba harus lebih segalanya dibanding mereka yang belum haji. Bukan
hanya ibadah ritual, juga ibadah sosial. Seorang bergelar hajah, tidak
merasa cukup bangga dengan gelarnya, tapi harus menunaikan tugasnya
sebagai Muslimah, elemen masyarakat.
Muslimah memiliki tugas privat maupun publik. Di ranah privat, ia adalah anak dari orang tuanya, istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya. Gelar hajah yang melekat padanya, hendaklah memotivasi diri untuk menjalankan tugas tersebut lebih baik. Gelar hajah menjadi rem, menghalanginya untuk abai pada orang tua, membangkang suami atau menelantarkan anak.
Muslimah memiliki tugas privat maupun publik. Di ranah privat, ia adalah anak dari orang tuanya, istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya. Gelar hajah yang melekat padanya, hendaklah memotivasi diri untuk menjalankan tugas tersebut lebih baik. Gelar hajah menjadi rem, menghalanginya untuk abai pada orang tua, membangkang suami atau menelantarkan anak.
Sebagai anak, Bu Hajah lebih berbakti
pada orang tuanya. Sebagai istri, ia lebih taat pada suaminya. Sebagai
ibu, ia lebih sayang pada anak-anaknya. Ia harus lebih bisa menciptakan
keluarga harmonis dibanding keluarga umumnya. Ia harus lebih bisa
melahirkan anak-anak shalih dibanding keluarga umumnya. Tidak lucu kalau
ibunya hajah, anaknya bandel, nakal atau bahkan bertindak kriminal.
Sementara itu di ruang publik, seorang
hajah biasanya dianggap sebagai representasi Muslimah shalihah.
Ke-hajah-annya telah mendudukkan ia dalam posisi terhormat, disegani dan
bahkan ditokohkan. Maklum, tak sembarang orang bisa menggapai gelar
ini. Selain kemampuan fisik, juga harus mampu secara materi. Sedangkan
materi masih menjadi ukuran kehormatan bagi mayoritas masyarakat kita.
Tak heran bila bu hajah sangat dijunjung tinggi. Ini tantangan bagi bu
hajah, bagaimana ia betul-betul menjadi Muslimah sejati.
Nah, salah satu tugas Muslimah sejati
adalah berdakwah. Muslimah adalah agen peubah (agent of change), yakni
mengubah kaum Muslimah dari ketidaktaatan kepada ketaatan. Gelar hajah
yang disandang, hendaknya memotivasi diri untuk senantiasa bergerak.
Baik hati, tangan maupun kakinya berusaha mengubah masyarakat menuju
keadaan lebih baik. Ia ikhlas berkroban dana, tenaga, waktu, ilmu,
pemikiran dan bahkan nyawa demi menggapai cinta dan ridha Allah Subhanahu Wa Taala.
Memang, sebagai agen peubah tak harus
menunggu bergelar hajah. Namun lebih-lebih bagi yang sudah bergelar
hajah, tak ada alasan lagi untuk melalaikan dakwah. Kalau bu hajah saja
tidak berdakwah, bagaimana dengan Muslimah kebanyakan?
Tugas agen peubah adalah mengubah nasib dan keadaan masyarakat, bangsa dan umatnya menjadi lebih baik, sejahtera, bahagia, maju dan berkeadilan sosial. Juga memerangi segala bentuk kezaliman, keterbelakangan, kemaksiatan, kemusyrikan dan segala hal negatif lainnya.
Tugas agen peubah adalah mengubah nasib dan keadaan masyarakat, bangsa dan umatnya menjadi lebih baik, sejahtera, bahagia, maju dan berkeadilan sosial. Juga memerangi segala bentuk kezaliman, keterbelakangan, kemaksiatan, kemusyrikan dan segala hal negatif lainnya.
Dan, perubahan itu akan terjadi bila
umat diseru untuk kembali kepada syariah dan khilafah. Sebab hanya
sistem buatan Allah Subhanahu Wa Taala. inilah yang mampu membawa berkah, maslahat,
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat, termasuk kaum Muslimah.
Karena itu, bagi para mantan tamu Allah
yang baru saja pulang dari Tanah Suci dan kembali ke kampung halamannya
masing-masing, tunjukkan kemabruran hajinya dengan menjadi agen peubah.
Sesuai semangat haji, segeralah berkorban demi umat.
Dengan begitu, ibadah haji dan pengorbanannya dalam melaksanakan haji -yang telah menghabiskan begitu banyak dana, tenaga dan waktu- tidak sia-sia belaka atau tidak hanya bermanfaat pada dirinya sendiri.
Segeralah berbuat karena umat sedang
menunggu dan mengharap munculnya agen-agen peubah. Mereka telah begitu
lama terpuruk dalam banyak hal, seperti ekonomi, sosial, akhlak,
pendidikan dan kesehatan. Bayangkan, betapa dahsyatnya perubahan yang
akan terjadi jika ratusan ribu Muslimah yang tiap tahun terlahir sebagai
hajah ini berlomba-lomba menyerukan kaumnya untuk kembali pada syariah
dan khilafah. Insya Allah, pertolongan Allah akan segera datang. Amin
Dengan begitu, ibadah haji dan pengorbanannya dalam melaksanakan haji -yang telah menghabiskan begitu banyak dana, tenaga dan waktu- tidak sia-sia belaka atau tidak hanya bermanfaat pada dirinya sendiri.