Pasangan
yang baru menikah, dituntut banyak penyesuaian. Selain adaptasi dengan
pasangan masing-masing, juga dengan keluarga besarnya. Terutama dengan
mertua, khususnya menantu perempuan dengan mertua perempuan. Jika
hubungan keduanya tidak ditata, bisa menjadi benih-benih pengganjal
kehidupan rumah tangga. Tak sedikit rumah tangga berantakan gara-gara
masalah ini. Nah, bagaimana tips menjalin hubungan baik dengan mertua
perempuan, berikut bisa diterapkan.
1. Jalin silaturahmi.
Bila
tidak tinggal satu atap dengan mertua, jauh lebih baik. Anda bisa
menata keluarga lebih bebas tanpa campur tangan mertua. Tapi, jangan
lupa untuk mengunjunginya. Dengan atau tanpa suami, Anda harus punya
jadwal rutin menengoknya. Terutama jika masih satu kota. Jika mertua di
luar kota, jalinlah silaturahmi dengan rutin telepon menanyakan kabar,
atau Anda memberikan kabar. Mertua tentu ingin tahu juga perkembangan
cucu-cucunya. Jangan takut kehilangan topik pembicaraan. Misal tanya
masa kecil suami, mertua pasti senang bernostalgia.
2. Mengalah dan empati.
Ibu
mertua umumnya sudah berusia lanjut, di mana dalam fase ini mereka
lebih sering menggunakan emosi daripada logika. Ibu mertua akan senang
jika Anda terlihat ada kemauan untuk “menaunginya” dan terlihat bahwa
Anda mau “membagi” suami Anda untuknya. Anda juga harus berempati.
Dengan masuknya Anda dalam kehidupan suami, telah “memisahkan” ia dengan
anak yang dicintainya. Coba bayangkan Anda menjadi dia, tiba-tiba anak
lelaki Anda meninggalkan Anda.
3. Aktivitas bersama.
Ajaklah
beraktivitas yang sama, terutama kegemarannya. Seperti memasakkan
makanan kesukaan suami Anda (anak lelakinya), merawat tanaman di
tamannya, ikut majelis taklimnya, belanja, dll. Hal ini dapat membuat
ibu mertua merasa bahwa Anda memang memperhatikannya sebagai individu.
Tentunya ini bisa dilakukan jika mertua masih satu kota.
4. Berpikir positif
Fokuskan
perhatian Anda terhadap hal-hal yang baik yang ada dalam dirinya dan
coba untuk menghindari pemikiran negatif mengenai dirinya. Misalnya
ingat-ingat waktu Anda hamil anak pertama, ibu mertualah yang memberi
jamu, mengajari memakai gurita dan nasihat tradisional lainnya.
5. Jangan mengeritik ibu mertua di depan suami.
Bagaimana
pun ia tetap ibu kandungnya. Ingat pertalian darah tidak akan hilang
sampai kapanpun. Kata-kata negatif mengenai ibu kandungnya hanya akan
membuat suami Anda defensif dan semakin menjauh dari Anda.
6. Suami sebagai penengah.
Jika
muncul konflik dengan ibu mertua, mintalah suami sebagai penengah yang
adil. Jika mertua mulai ikut campur urusan rumah tangga atau sudah
keterlaluan mengata-ngatai Anda, saatnyalah minta suami “menegur” ibu
kandungnya. Kalau anaknya sendiri yang menasihati, ibu mertua akan cepat
memaafkan dan melupakan. Jika Anda yang menegurnya langsung, justru
hubungan akan makin runyam.
Selasa, 08 Mei 2012
Senin, 07 Mei 2012
Agar Cinta itu tetap Tumbuh
Menikah adalah menjalankan sunnah Nabi, sesuai dengan fitrah manusia.
Hikmah yang dapat diambil kalau sunnah Nabi ini dijalankan adalah
munculnya ketentraman jiwa. Dengan pernikahan akan tumbuhlah kecintaan,
kasih sayang, dan kesatuan antara pasangan suami istri. Dengan
pernikahan, keturunan umat manusia akan tetap berlangsung semakin banyak
dan berkesinambungan. Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersaksi tentang rumah tangganya
dengan ungkapan yang sederhana, ”Baiti jannati”, ”Rumahku Surgaku”.
Rumah laksana surga akan dapat dirasakan jika orang-orang yang ada di
dalamnya dapat menjalin hubungan dengan penuh kasih sayang. Bukankah
salah satu tujuan dari pernikahan agar tercipta kehidupan rumah tangga
yang sakinah mawadah wa rahmah.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda (kekuasanan-Nya) bagi kaum yang berpikir". (QS. Ar-Ruum:30).
Cinta memang diperlukan dalam kehidupan suami istri. Dengan cinta akan muncul kasih sayang dan ketentraman. Kehidupan suami istri yang kering dan dingin tentu tidak akan memberikan kebahagiaan pada keduanya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan dan merawat cinta kasih di antara suami-istri. Misalnya dengan menumbuhkan rasa saling mengerti dan memahami sifat dan karakter masing-masing. Tidak ada salahnya bila Anda memahami dan mengerti dunia kerja, kesibukan atau kegiatan suami. Hal ini akan menumbuhkan sikap saling mendukung dan menguatkan bila suatu saat suami mengalami permasalahan. Memperhatikan hal-hal yang terkesan remeh, juga bisa menumbuhkan rasa cinta. Contohnya, menjaga penampilan atau mengucapkan kata-kata romantis pada pasangan kita. Jangan lupa berilah perhatian yang tulus dan luangkan waktu untuk bers`ma. Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mengajarkan agar kebahagiaan dan rasa cinta terjalin di dalam rumah tangga, salah satunya adalah dengan mengerjakan shalat tahajud bersama pasangan hidup kita. Sebab, perbuatan tersebut dapat mengisi rumah tangga kita dengan kebahagiaan, kegembiraan, dan cinta.
Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda,
"Semoga Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun pada sebagian waktu malam, kemudian mengerjakan shalat (malam) dan membangunkan istrinya, dan jika sang istri enggan untuk bangun maka ia akan memercikkan air ke wajah istrinya; dan semoga Allah menyayangi seorang perempuan yang bangun pada sebagian waktu malam, kemudian mengerjakan shalat (malam) dan membangunkan suaminya, dan ketika suami enggan bangun maka ia akan memercikkan air ke wajah suaminya." (HR. Abu Daud, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Insya Allah shalat tahajud bersama akan memberikan tidak hanya suasana yang romantis, tetapi juga kekuatan cinta. Menumbuhkan cinta, dan menambah kedekatan hati dengan pasangan hidup kita. Saat itulah waktu yang sangat jernih untuk menemukan makna cinta dalam satu biduk rumah tangga. Insya Allah
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram bersamanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda (kekuasanan-Nya) bagi kaum yang berpikir". (QS. Ar-Ruum:30).
Cinta memang diperlukan dalam kehidupan suami istri. Dengan cinta akan muncul kasih sayang dan ketentraman. Kehidupan suami istri yang kering dan dingin tentu tidak akan memberikan kebahagiaan pada keduanya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan dan merawat cinta kasih di antara suami-istri. Misalnya dengan menumbuhkan rasa saling mengerti dan memahami sifat dan karakter masing-masing. Tidak ada salahnya bila Anda memahami dan mengerti dunia kerja, kesibukan atau kegiatan suami. Hal ini akan menumbuhkan sikap saling mendukung dan menguatkan bila suatu saat suami mengalami permasalahan. Memperhatikan hal-hal yang terkesan remeh, juga bisa menumbuhkan rasa cinta. Contohnya, menjaga penampilan atau mengucapkan kata-kata romantis pada pasangan kita. Jangan lupa berilah perhatian yang tulus dan luangkan waktu untuk bers`ma. Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mengajarkan agar kebahagiaan dan rasa cinta terjalin di dalam rumah tangga, salah satunya adalah dengan mengerjakan shalat tahajud bersama pasangan hidup kita. Sebab, perbuatan tersebut dapat mengisi rumah tangga kita dengan kebahagiaan, kegembiraan, dan cinta.
Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda,
"Semoga Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun pada sebagian waktu malam, kemudian mengerjakan shalat (malam) dan membangunkan istrinya, dan jika sang istri enggan untuk bangun maka ia akan memercikkan air ke wajah istrinya; dan semoga Allah menyayangi seorang perempuan yang bangun pada sebagian waktu malam, kemudian mengerjakan shalat (malam) dan membangunkan suaminya, dan ketika suami enggan bangun maka ia akan memercikkan air ke wajah suaminya." (HR. Abu Daud, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Insya Allah shalat tahajud bersama akan memberikan tidak hanya suasana yang romantis, tetapi juga kekuatan cinta. Menumbuhkan cinta, dan menambah kedekatan hati dengan pasangan hidup kita. Saat itulah waktu yang sangat jernih untuk menemukan makna cinta dalam satu biduk rumah tangga. Insya Allah
kerudung dalam yahudi dan kristen
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai
kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman
sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas
mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana
pandang-an kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang
kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
Langganan:
Postingan (Atom)