Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai
kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman
sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas
mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana
pandang-an kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang
kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang
pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur
Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in
Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat
bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang
bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah
mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa
Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak
perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan
"Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan
"Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa
kemelaratan."
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk
memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup
kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr
Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang
tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap
kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda
sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Kerudung
juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang
dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat
dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu
di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup
kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar
mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita
Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka
bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi
yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka
mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat
ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di
Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian
pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang
menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria).
Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang
hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi
kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup
kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah
ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.
I Korintus 11:5 Tetapi
tiap-tiap perem-puan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak
bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang
dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepa-da Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan
hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung
adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On
The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau
mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya
engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara
orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara
laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik
dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di
dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar