Rabu, 26 Desember 2012

Anak dan Istri itu titipan Allah

Duhai Suami,,,,,,,,,
Istrimu adalah titipan Allah..
titipan yang akan engkau akan ditanya tentangnya..
apakah titipanNya diperlakukan sesuai dengan keinginanNya..
ataukah akan engkau jadikan seorang yang awam tidak tahu tentangNya..
tidak mengenal tentang negeriNya..
engkau jadikan sebagai bahan kebanggaan duniawi..

Duhai Suami,,,,, 
Istrimu adalah titipanNYA..
Kelak kau akan ditanya bagaimana kau memperlakukannya..
engkau biarkan bergelimang dalam kesibukan dunia..
atau kau ajari dia tentang keabadian NEGERI AKHIRAT..

Duhai Suami,,,,,,,,,,,,
Anakmu adalah amanah Allah..
kelak engkau akan ditanya tentangnya..
apakah engkau jadikan titipanNya seorang yang selalu mencintaiNya..
mencintai dan mengikuti para utusanNya..
atau engkau jadikan sebagai generasi pencinta kehidupan dunia dan kesibukkannya..

Dunia tempat kita bercocok tanam..
kelak kita akan memanen memetik hasilnya...

Duhai Suami,,,
kedua orangtuamu adalah ujian bagimu.. 
akankah engkau akan merasa terbebani oleh keberadaannya.. 
ataukah engkau gunakan sebagai kesempatan menggali balasan negeri akherat...

Hikmat di saat diam

Hikmat di saat diam

Diamnya seseorang jika dia berilmu akan dapat menambah ilmunya dan wibawanya...

Pembicaraannya terbatasi pada perkara yang ada manfaat bagi dirinya maupun orang lain..


Hikmat di saat diam

Bagi orang yang tidak berilmu diamnya adalah tabir untuk menutupi kebodohannya..

Pembicaraannya terbatasi supaya dunia tidak menjadi rusak dengan sepatah dua patah kata darinya..

terlena dgn dunia 2

Siapa yang tidak berprestasi kalah berkompetisi akan kalah oleh kolega..

Dengan itu semua seseorang muslim terlalaikan dari agamanya...

Asyik meniti karir dunia habislah masa muda..

Ditengah tidurnya tiba-tiba kematian menyergapnya..

Menjerit ruhnya memohon kembali ke dunia sesaat saja..

Untuk berbuat baik sedikit saja kepada ibu-bapanya kepada tetangga kerabatnya..

Sesaat saja untuk sujud dan rukuk membaca kalamNya..

Peyesalan dalam gelap-gulita..

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur"
(AlQur'an At-Takatsur 1-2)

terlena dgn dunia

Hal yang sangat menakjubkan keadaan banyak
manusia, penuh semangat dalam meraih sukses
dunianya...

Melengkapi diri dengan berbagai pengetahuan dalam meraup pendapatan..

Semangat mengelola berbagai bisnis sebagai bekal kehidupan, rela berkorban waktu berbulan-bulan bertahun dalam rangka membayar cicilan harta dunia..

Namun terhadap kehidupan akhirat termasuk orang-orang yang lalai..

Panggilan adzan tidak membuat mereka tergerak untuk ke masjid..

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” [ Ar-Rûm: 7 ]

Sabtu, 22 Desember 2012

ibu

Islam mengajarkan bahwa kaum ibu merupakan fihak yang sangat istimewa dan tinggi derajatnya. Oleh karena itu kita sangat akrab dengan hadits yang menjelaskan keharusan seorang sahabat agar memprioritaskan berbuat baik kepada ibunya. Bahkan Nabi shollallahu ‘alaih wa sallam menyebutkan keharusan tersebut sebanyak tiga kali sebelum beliau akhirnya juga menganjurkan sahabat tadi agar berbuat baik kepada ayahnya. Jadi ibaratnya keharusan menghormati dan berbuat baik seorang anak kepada ibunya sepatutnya lebih banyak tiga kali lipat daripada penghormatan dan perilaku baiknya terhadap sang ayah.
Bahaz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, kepada siapa aku berbuat kebaikan?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ayahmu, lalu yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kita juga sangat akrab dengan hadits yang menyebutkan beberapa dosa besar dimana salah satunya ialah durhaka kepada kedua orangtua, yaitu ayah dan ibu. Di antaranya disebutkan sebagai berikut:
Dari Anas ia berkata: Nabi shollallahu ‘alaih wa sallam ditanya mengenai dosa-dosa besar, maka beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang-tua, membunuh jiwa dan kesaksian palsu.” (HR Bukhary)
Bahkan di dalam hadits lainnya disebutkan bahwa kedua orang-tua merupakan faktor yang sangat besar mempengaruhi apakah seseorang bakal menuju ke surga ataukah ke neraka. Artinya, perilaku baik seseorang kepada kedua orang-tuanya bakal memperbesar kemungkinannya berakhir di dalam rahmat Allah dan surga-Nya. Sedangkan kedurhakaannya kepada kedua orang-tua bakal memperbesar kemungkinan hidupnya berakhir di dalam murka Allah dan neraka-Nya.
Dari Abi Umamah ia berkata: “Ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang-tua atas anak mereka?” Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Keduanya (merupakan) surgamu dan nerakamu.” (HR Ibnu Majah)
Hal ini sejalan dengan hadits berikut ini: Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR Tirmidzi)
Namun yang menarik ialah ditemukannya hadits yang secara khusus mengungkapkan haramnya durhaka kepada sang ibu. Sedangkan hal ini tidak kita temukan dalam kaitan dengan larangan berlaku durhaka kepada sang ayah. Sudah barang tentu ini tidak berarti bahwa berlaku durhaka kepada fihak ayah dibenarkan. Yang jelas dengan adanya larangan khusus berlaku durhaka kepada fihak ibu cuma menunjukkan betapa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi martabat kaum ibu.
Bersabda Nabi shollallahu ‘alaih wa sallam: “Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian.”(HR Bukhary)
Dalam hadits lain kita juga dapati bagaimana Islam menyuruh menghormati ibu sekalipun ia bukan orang beriman seperti hadits yang diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq berikut ini:
Asma binti Abu Bakar berkata: “Telah datang kepadaku ibuku dan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam. Maka aku datang kepada Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam meminta fatwa beliau. Aku bertanya kepada beliau: “Telah datang kepadaku ibuku sedangkan ia punya suatu keperluan. Apakah aku penuhi permintaan ibuku itu?” Maka Nabi shollallahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Iya, penuhilah permintaan ibumu itu.” (HR Bukhary)
Mengapa kaum ibu sedemikian diutamakan? Karena mereka adalah fihak yang sejak masih mengandung anak saja sudah merasakan beban memikul tanggung-jawab membesarkan anak-anaknya. Mereka adalah pendamping, penyayang, pengasuh dan pengajar pertama dan utama bagi seorang anak. Ibu adalah fihak yang paling banyak direpotkan oleh anak semenjak mereka masih kecil. Begitu lahir anak menuntut air susu ibunya. Keinginan minum ASI seringkali tidak pandang waktu. Bisa jadi seorang ibu di tengah malam “terpaksa” bangun mengorbankan waktu istirahatnya demi menyusui buah hatinya.
Seorang ibu juga direpotkan ketika anaknya ngompol dan buang air besar. Ibulah yang biasanya harus mencebok dan membersihkan anaknya. Semakin ikhlas seorang ibu mengerjakan semua aktifitas tadi maka semakin melekatlah si anak kepada dirinya. Di balik segala kerepotan tadi sesungguhnya terjalinlah ikatan hati yang semakin kokoh antara ibu dan anak. Itulah sebabnya ketika seseorang sudah dewasa sekalipun, tatkala dalam kesepian tidak jarang rasa rindu akan belaian tangan ibunya yang penuh kasih sayang terkenang kembali.
Dalam pepatah Arab ada ungkapan berbunyi Al-Ummu madrasah (ibu adalah sekolah). Benar, saudaraku. Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi setiap anak. Ibulah yang pertama kali mengajarkan banyak pelajaran awal tentang kehidupan kepada anak. Apalagi di zaman penuh fitnah seperti sekarang dimana al-ghazwu al-fikri (perang pemikiran/ perang budaya/ perang ideologi) datang menyerbu rumah-rumah kaum muslimin. Serbuan itu datang dari berbagai penjuru. Bisa dari televisi, internet, facebook, buku bacaan, komik, majalah, nyanyian, musik, pergaulan bahkan dari sekolah formal…! Maka kehadiran seorang ibu yang memiliki wawasan pengetahuan luas menjadi laksana penjaga benteng terakhir bagi anak-anaknya. Ibulah yang bertugas membentengi, memfilter dan mengarahkan anak-anak menghadapi berbagai serbuan perang budaya tadi.
Di masa kita dewasa ini saat mana faham ateisme, materialisme, sekularisme, liberalisme dan pluralisme begitu dominan mewarnai kehidupan masyarakat dunia, maka kehadiran seorang ibu sendirian mendampingi anak-anaknya kadang dirasa kurang memadai. Sehingga kerjasama antara ayah-mukmin dan ibu-mukminah sangat diperlukan. Dalam dunia modern anak-anak kita sangat perlu pengarahan yang sangat kokoh dan kompak dari kedua orang-tuanya sekaligus untuk meng-counter serangan musuh-musuh Islam yang pengaruh buruknya semakin hari semakin hegemonik.
Betapapun, seorang ayah tidak mungkin diharapkan untuk terus-menerus berada di rumah karena tuntutan mencari ma’isyah (penghasilan) bagi anak-isterinya. Oleh karenanya kehadiran dan keaktifan peran seorang ibu di rumah mendampingi anak-anaknya menjadi sangat strategis. Oleh karenanya Nabi shollallahu ‘alaih wa sallam menyetarakan hadir dan aktifnya seorang ibu mendampingi anak-anaknya di rumah dengan aktifitas jihad fi sabilillah yang dilakukan oleh kaum pria di medan perang menghadapi musuh-musuh Allah.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ‘amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ‘amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR Al-Bazzar)
Wahai kaum ibu, ikhlaslah dan sabarlah menjaga pos jihad kalian. Didiklah generasi masa depan calon-calon mujahidin dan mujahidat fii sabilillah harapan ummat….!

Jumat, 21 Desember 2012

Mengejar Cita-Cita dan Kebahagiaan

Manusia sebenarnya selalu dalam kenikmatan..

Akan tetapi kebanyakan tidak menyadari..

Manusia kebanyakan mendambakan kenikmatan yang lebih..

Ketika ia tidak puas dengan keadaannya sekarang..

Ketika Allah perturutkan keinginannya..

Maka Allah perturutkan cita--cita dunianya..

Tiba-tiba ia menyesali kekufurannya dahulu..

Tiba-tiba ia berharap kembali ke masa lalu..

Maka binasa dan menyesallah ia..

Dari kehidupan yang baik ia memilih kehidupan yang lebih buruk..

Demi secuil kenikmatan ia tidak berterimakasih dengan kenikmatan di hari ini..

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia ” QS 13:11

Motivasi adalah bahan bakar seseorang

Seseorang berbuat sesuai dengan motivasinya..

Motivasi adalah bahan bakar seseorang..

Ada yang motifnya uang dan jabatan..

Ada yang motifnya pujian dan sanjungan..

Tanpa motivasi mustahil seseorang rela berkorban tanpa pamrih..

Hanya Dialah Sang Pencipta yang sanggup memberi tanpa pamrih..

Karenanya Dia bernama AL-Wahhab..Maha Pemberi..Tanpa Pamrih..

Adapun manusia memberi tak lepas dari pamrih..motifasi..imbalan

Dan tidak ada yang lebih merdeka jiwanya lebih mulia imbalannya selain mereka yang motivasi tujuan akhirnya adalah mendapatkan rahmat dari Penciptanya di dunia dan di negeri akhir..

Kamis, 20 Desember 2012

Aku mencintaimu karena Allah

Salah satu sunnah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shollallahualaihi wassalam adalah:

Jangan sungkan-sungkan untuk mengucapkan kepada seorang yang kita cintai “Aku mencintai anda karena Allah” “Inni uhibbuka fillah”

Dan hendaknya orang yang dicintai membalas “Semoga Allah mencintai anda sebagaimana anda mencintai saya karenaNya”, “Ahabbakallah Alladzii ahabbani lahu”
Sumber Hadits :

“Suatu ketika seseorang sahabat berada di sisi Nabi SAW lewatlah seorang di hadapannya. Ketika melihatnya ia berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mencintainya.” Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah memberitahukannya?” “Belum.” Jawabnya. Beliau bersabda, “Beritahukanlah.” Orang tersebut menyusulnya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Orang tersebut membalas dengan ungkapan, “Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SAW meraih tangannya lalu mengatakan, “Wahai Muadz, demi Allah aku mencintaimu!” Lalu beliau bersabda, “Wahai Muadz, aku berpesan kepadamu untuk tidak meninggalkan doa setelah shalat. ‘Allahumma `ainni `ala dzikrika wa husni ibadatika’ (Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir, mensyukuri nikmatmu dan beribadah kepadamu dengan baik’.” (HR. Abu Dawud)

Sabtu, 17 November 2012

cukup kah hanya dgn Gelar Hajjah ?

Jamaah haji selalu berdoa dan didoakan agar menjadi haji (hajah) mabrur. Mabrur berasal dari kata bahasa Arab yang mempunyai arti diterima dan diridhai. Haji mabrur adalah ibadah haji yang diterima Allah dan pelakunya mendapatkan ridha-Nya.
Semua itu berarti tergantung niat, tujuan, terpenuhinya syarat dan rukun haji, serta kepatuhan dalam segala perintah dan larangan haji. Walhasil, mabrur tidaknya jamaah haji adalah rahasia ilahi. Hanya Allah-lah yang tahu diterima atau tidaknya haji seorang hamba. Tak ada manusia yang tahu. Termasuk para pelaku sendiri, tak pernah yakin, apakah hajinya mabrur atau tidak.
Karena itu, ibadah haji bukanlah penutup dari segala ibadah. Ibadah haji bukan jaminan sudah sempurnanya penghambaan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Bahkan, ibadah haji hendaknya menjadi titik awal untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Taala.. Lebih taat menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah di tengah ritual ibadah haji terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya?
Jadi, pasca beribadah haji, seorang hamba harus lebih segalanya dibanding mereka yang belum haji. Bukan hanya ibadah ritual, juga ibadah sosial. Seorang bergelar hajah, tidak merasa cukup bangga dengan gelarnya, tapi harus menunaikan tugasnya sebagai Muslimah, elemen masyarakat.


Muslimah memiliki tugas privat maupun publik. Di ranah privat, ia adalah anak dari orang tuanya, istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya. Gelar hajah yang melekat padanya, hendaklah memotivasi diri untuk menjalankan tugas tersebut lebih baik. Gelar hajah menjadi rem, menghalanginya untuk abai pada orang tua, membangkang suami atau menelantarkan anak.
Sebagai anak, Bu Hajah lebih berbakti pada orang tuanya. Sebagai istri, ia lebih taat pada suaminya. Sebagai ibu, ia lebih sayang pada anak-anaknya. Ia harus lebih bisa menciptakan keluarga harmonis dibanding keluarga umumnya. Ia harus lebih bisa melahirkan anak-anak shalih dibanding keluarga umumnya. Tidak lucu kalau ibunya hajah, anaknya bandel, nakal atau bahkan bertindak kriminal.
Sementara itu di ruang publik, seorang hajah biasanya dianggap sebagai representasi Muslimah shalihah. Ke-hajah-annya telah mendudukkan ia dalam posisi terhormat, disegani dan bahkan ditokohkan. Maklum, tak sembarang orang bisa menggapai gelar ini.  Selain kemampuan fisik, juga harus mampu secara materi. Sedangkan materi masih menjadi ukuran kehormatan bagi mayoritas masyarakat kita. Tak heran bila bu hajah sangat dijunjung tinggi. Ini tantangan bagi bu hajah, bagaimana ia betul-betul menjadi Muslimah sejati.
Nah, salah satu tugas Muslimah sejati adalah berdakwah. Muslimah adalah agen peubah (agent of change), yakni mengubah kaum Muslimah dari ketidaktaatan kepada ketaatan. Gelar hajah yang disandang, hendaknya memotivasi diri untuk senantiasa bergerak. Baik hati, tangan maupun kakinya berusaha mengubah masyarakat menuju keadaan lebih baik. Ia ikhlas berkroban dana, tenaga, waktu, ilmu, pemikiran dan bahkan nyawa demi menggapai cinta dan ridha Allah Subhanahu Wa Taala.
Memang, sebagai agen peubah tak harus menunggu bergelar hajah. Namun lebih-lebih bagi yang sudah bergelar hajah, tak ada alasan lagi untuk melalaikan dakwah. Kalau bu hajah saja tidak berdakwah, bagaimana dengan Muslimah kebanyakan?

Tugas agen peubah adalah mengubah nasib dan keadaan masyarakat, bangsa dan umatnya menjadi lebih baik, sejahtera, bahagia, maju dan berkeadilan sosial. Juga memerangi segala bentuk kezaliman, keterbelakangan, kemaksiatan, kemusyrikan dan segala hal negatif lainnya.
Dan, perubahan itu akan terjadi bila umat diseru untuk kembali kepada syariah dan khilafah. Sebab hanya sistem buatan Allah Subhanahu Wa Taala. inilah yang mampu membawa berkah, maslahat, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat, termasuk kaum Muslimah.
Karena itu, bagi para mantan tamu Allah yang baru saja pulang dari Tanah Suci dan kembali ke kampung halamannya masing-masing, tunjukkan kemabruran hajinya dengan menjadi agen peubah. Sesuai semangat haji, segeralah berkorban demi umat.
Dengan begitu, ibadah haji dan pengorbanannya dalam melaksanakan haji -yang telah menghabiskan begitu banyak dana, tenaga dan waktu- tidak sia-sia belaka atau tidak hanya bermanfaat pada dirinya sendiri.
Segeralah berbuat karena umat sedang menunggu dan mengharap munculnya agen-agen peubah. Mereka telah begitu lama terpuruk dalam banyak hal, seperti ekonomi, sosial, akhlak, pendidikan dan kesehatan. Bayangkan, betapa dahsyatnya perubahan yang akan terjadi jika ratusan ribu Muslimah yang tiap tahun terlahir sebagai hajah ini berlomba-lomba menyerukan kaumnya untuk kembali pada syariah dan khilafah. Insya Allah, pertolongan Allah akan segera datang. Amin

Senin, 06 Agustus 2012

Keutamaan shalat bardain ( Shubuh & Ashar )


Shubuh adalah salah satu waktu di antara beberapa waktu, di mana Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk mengerjakan shalat kala itu. Allah Ta’ala berfirman,
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh tu disaksikan (oleh malaikat).” (Qs. Al-Isra’: 78)

Betapa banyak kaum muslimin yang lalai dalam mengerjakan shalat shubuh. Mereka lebih memilih melanjutkan tidurnya ketimbang bangun untuk melaksanakan shalat.  Jika kita melihat jumlah jama’ah yang shalat shubuh di masjid, akan terasa berbeda dibandingkan dengan jumlah jama’ah pada waktu shalat lainnya.

Keutamaan Shalat Shubuh

Apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh, niscaya ia akan dapati banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah
(1) Salah satu penyebab masuk surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)

(2) Salah satu penghalang masuk neraka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” (HR. Muslim no. 634)

(3) Berada di dalam jaminan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)

(4) Dihitung seperti shalat semalam penuh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

(5) Disaksikan para malaikat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” (HR. Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)

Ancaman bagi yang Meninggalkan Shalat Shubuh

Padahal banyak keutamaan yang bisa didapat apabila seseorang mengerjakan shalat shubuh. Tidakkah kita takut dikatakan sebagai orang yang munafiq karena meninggalakan shalat shubuh? Dan kebanyakan orang meninggalkan shalat shubuh karena aktivitas tidur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)

Cukuplah ancaman dikatakan sebagai orang munafiq membuat kita selalu memperhatikan ibadah yang satu ini.
Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita semua, terkhusus bagi para laki-laki untuk dapat melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.


Minggu, 05 Agustus 2012

Manusia di dihadapan Allah Ta'ala adlh sama

Imam Bukhari meriwayatkan, bahawa Abu Dzar dan Bilal al-Habasyi saling bercaci-maki sampai memuncak kemarahannya. Kemudian Abu Dzar berkata kepada Bilal: Hai anaknya perempuan hitam! Mendengar ucapan itu, Bilal mengadu kepada Nabi. Maka kata Nabi kepada Abu Dzar:
“Hai Abu Dzar, apakah kau caci dia sebab ibunya? Kalau begitu sungguh kamu seorang yang masih diliputi perasaan jahiliah.” (Riwayat Bukhari)

Dari Abu Dzar, sesungguhnya Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam . pernah berkata kepadanya: ‘Lihatlah, sesungguhnya engkau tidak lebih baik daripada orang yang berkulit merah dan tidak pula lebih dari orang yang berkulit hitam, melainkan kamu lebihkan dirimu dengan taqwalah.’ (Riwayat Ahmad)

Dan sabdanya pula: ”Semua kamu keturunan Adam, sedang Adam dicipta dari tanah.” (Riwayat Bazzar)
Dengan demikian, Islam mengharamkan setiap muslim berjalan mengikuti perasaan jahiliah, dalam persoalan menyombongkan diri kerana nasab dan keturunan, kerana ayah dan datuk. Seperti apa yang biasa dikatakan oleh satu sama lain: saya anak si anu, saya keturunan anu, sedang engkau asal dari keturunan anu. Saya berkulit putih sedang engkau hitam. Saya orang Arab sedang engkau bukan orang Arab.

Apa nilai keturunan ini kalau mereka itu semua juga berasal dari satu keturunan? Misalkan nasab itu mempunyai nilai, tetapi apa kelebihan seseorang atau apa pula dosanya kalau dia berasal dari keturunan ayah ini dan ayah itu?

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya nasab-nasabmu ini bukan menjadi sebab kamu boleh mencaci kepada seseorang; kamu semua adalah anak-cucu Adam … Tidak ada seorangpun yang melebihi orang lain, melainkan kerana agama dan taqwanya …” (Riwayat Ahmad)

Dan sabdanya pula: “Manusia seluruhnya berasal dari Adam dan Hawa. Sedang Allah tidak menanyaimu tentang keturunanmu dan nasabmu nanti pada hari kiamat; sesungguhnya semulia-mulia kamu di hadapan Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (Riwayat Ibnu Jarir)

Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam  telah menumpahkan kemarahannya kepada orang-orang yang menyombongkan diri lantaran ayah dan datuk-datuknya, dengan ungkapan yang tajam dan menggetarkan hati. Beliau mengatakan:
“Hendaklah orang-orang yang menyombongkan ayah-ayahnya yang sudah mati itu mahu berhenti. Mereka yang demikian itu hanyalah bara neraka. Atau mereka itu lebih rendah di hadapan Allah daripada kumbang yang mengguling-gulingkan tahi dengan hidungnya; Allah telah menghapuskan kesombongan jahiliah dan kecongkakannya lantaran ayah. Seseorang ada yang beriman dan bertaqwa, dan ada juga yang durhaka dan celaka; manusia seluruhnya anak-cucu Adam, sedang Adam dibuat dari tanah.” (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Baihaqi dengan sanad hasan)

Hadis ini merupakan satu peringatan kepada orang-orang yang menganggap besar lantaran nenek-moyangnya dulu adalah keturunan raja-raja dan kaisar. Mereka yang demikian itu hanyalah bara neraka jahanam, seperti penegasan Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam  di atas.

Dalam Haji Wada’ yang dihadiri oleh beribu-ribu manusia yang ingin mendengarkan tentang Islam di bulan haram dan di tanah haram, Rasulullah . Shalallaahu 'Alayhi Wasallam . pernah menyampaikan pidatonya yang dikenal dengan Khuthbatul Wada’ (khutbah perpisahan). Dalam khutbah itu Rasulullah menegaskan beberapa prinsip, yang bunyinya sebagai berikut:
“Hai ummat manusia! Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah satu. Ingatlah! Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang lain Arab; tidak pula ada kelebihan bagi orang lain Arab atas orang Arab; tidak juga ada kelebihan orang yang berkulit merah atas orang kulit hitam; dan tidak pula orang kulit hitam atas orang kulit merah, melainkan lantaran taqwa, sebab sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling bertaqwa kepada Allah.” (Riwayat Baihaqi)

Rabu, 01 Agustus 2012

Tanda Malam Lailatul Qadar



Pertama > Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya...dan  Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.)


Kedua > Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

Ketiga > Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

Keempat > Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.(HR. Muslim no. 762)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi ?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa  lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun.  Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)
 
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”(HR. Bukhari no. 2021).
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.


Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.

Keutamaan Lailatul Qadar



Pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4).
Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97]

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

 lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4).

Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5).

Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.

lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.

Menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Sabtu, 28 Juli 2012

Perintah bhw wanita tetap tinggal dirumah


Di antara perintah Allah kepada wanita muslimah adalah perintah untuk tinggal dan menetap di rumah-rumah mereka. Sebuah perintah yang banyak mengandung hikmah dan maslahat. Tidak hanya bagi wanita itu sendiri, namun juga mengandung kemaslahatan bagi umat.

Wahai  muslimah  renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).


Imam Ibnu Katsir rahimahullah  menjelaskan bahwa makna ayat di atas artinya tetaplah di rumah-rumah kalian dan janganlah keluar tanpa ada kebutuhan. Termasuk kebutuhan syar’i yang membolehkan wanita keluar rumah adalah untuk shalat  di masjid dengan syarat-syarat tertentu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :‘Janganlah kalian melarang istri-istri dan anak-anak kalian dari masjid Allah. Namun, hendaklah mereka keluar dalam keadaan berjilbab.’ Dan dalam riwayat lain disebutkan : ‘Dan rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.” (TafsirAl Qur’an Al Adzim tafsirsurat Al Ahzab ayat 33)

Yang perlu dipahami bahwa perintah dalam ayat di atas tidak hanya terbatas pada istri-istri nabi saja, tetapi juga berlaku untuk seluruh kaum wanita  muslimah. Imam Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan : “Semua ini merupakan adab dan tata krama yang Allah Ta’ala perintahkan kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun kaum wanita umat ini seluruhnya sama juga dengan mereka dalam hukum masalah ini.” (Tafsir Al Qur’an Al Adzim surat Al Ahzab 33).
Saudariku  muslimah perhatikanlah. Perintah untuk tinggal di dalam rumah ini datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah, Dzat yang lebih tahu tentang perkara yang memberikan maslahat bagi hamba-hamba-Nya. Ketika Dia menetapkan wanita harus berdiam dan tinggal di rumahnya, Dia sama sekali tidak berbuat zalim kepada wanitabahkan ketetapan-Nya itu sebagai tanda akan kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya.

Tanggung Jawab utama Wanita adlh Rumah Tangganya



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota  keluarga  suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan : Seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga  di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penjagaanya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, seperti dalam memasak, menyiapkan minum seperti kopi dan teh, serta mengatur tempat tidur. Janganlah ia memasak melebihi dari yang semestinya. Jangan pula ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak bersikap kurang dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak boleh melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Istri juga memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam mengurus dan memperbaiki urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian, melepaskan pakaian yang kotor, merapikan tempat tidur, serta memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Setiap wanita akan ditanya tentang semua itu. Dia akan ditanya tentang urusan memasak, dan  ia akan ditanya tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya.” (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin II/133-134)

Dengan demikian, tugas seorang istri selaku pendamping suami dan ibu bagi anak-anaknya adalah memegang amanah sebagai pengatur urusan dalam rumah suaminya serta anak-anaknya. Dia kelak akan ditanya tentang kewajibannya tersebut. Inilah peran penting seorang wanita  sebagai pengatur rumah tangganya. Wanita sudah memiliki amanah dan tugas tersendiri yang harus dipikulnya dengan sebaik-baiknya. Yang menetapkan amanah dan tugas tersebut adalah manusia yang paling mulia, paling berilmu, dan paling bertakwa kepada Allah yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidaklah menetapkan syariat dari hawa nafsunya, semuanya adalah wahyu yang Allah wahyukan kepada beliau

Muslimah terbaik tinggalnya di rumah




Islam adalah agama yang adil. Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria diberikan kelebihan oleh Allah Ta’ala baik fisik maupun mental dibandingkan kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah Ta’ala berfirman:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) (QS. An Nisa’: 34)

Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing  sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga  baik secara hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li  Rijal fil Maidanil Amal).

Para wanita muslimah hendaknya jangan tertipu dengan teriakan orang-orang yang menggembar-gemborkan isu kesetaraan gender sehingga timbul rasa minder terhadap wanita-wanita karir dan merasa rendah diri dengan menganggur di rumah. Padahal banyak pekerjaan mulia yang bisa dilakukan di rumah.  Di rumah ada suami yang harus dilayani dan ditaati. Ada juga  anak-anak yang harus ditarbiyah dengan baik. Ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya. Ada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang butuh penanganan dan pengaturan. Semua ini pekerjaan yang mulia dan berpahala di sisi Allah Ta’ala. Para wanita muslimah  harus ingat bahwa kelak  pada hari kiamat mereka akan ditanya tentang amanah tersebut yang dibebankan kepadanya.
Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut wanita  untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja, namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga kemuliaan serta kesucian harga dirinya.

Ibu rmh tangga Pendidik Generasi Shalih dan Shalihah



Tugas besar seorang wanita yang juga penting adalah mendidik anak-anak. Minimnya perhatian dan kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya untuk aktifitas di luar rumah, sangat berpengaruh besar pada perkembangan jiwa dan pendidkan mereka. Terlebih jika keperluan anak dan suaminya justru diserahkan kepada pembantu. Jika demikian, lalu bagaimanakah tanggung jawab wanita untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anak mereka?

Sebagian orang juga mendengung-dengungkan bahwa wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita berada di dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bekerja sama dengan para lelaki untuk membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan. Demikian ucapan yang mereka lontarkan.

Ketahuilah , Islam agama yang datang untuk kemaslahatan umat justru memberi pekerjaan yang mulia kepada wanita muslimah Mereka  di antaranya diberi tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka. Sebuah tanggung jawab yang tidak ringan, sumbangsih yang besar bagi perbaikan umat. Betapa banyak generasi shalih dan shalihah muncul dari tarbiyah yang dilakukan oleh para wanita. Melalui tarbiyah yang baik mereka mencetak generasi umat Islam yang shalih dan shalilah. Hal itu bisa terwujud jika mereka langsung terjun untuk mendidik anak-anak mereka. Namun kita saksikan pula, betapa banyak anak-anak yang berakhlak bejat yang tidak pernah mendapat pendidikan di rumahnya. Hal itu disebabkan orang tua tidak mendidik mereka secara langsung. Peran orangtua yang dominan dalam mendidik anak berada di pundak para wanita  karena laki laki mempunyai tugas lain yaitu untuk mencari nafkah.  Dengan demikian, pendidikan di rumah  merupakan salah satu tanggung  jawab yang besar bagi seorang muslimah

Peran Wanita Walaupun Tetap Tinggal di Rumahnya



Dengan tetap tinggal di rumah , bukan berarti wanita tidak bisa ikut andil dalam perbaikan umat. Posisi wanita sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat penting bagi perbaikan masyarakatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘ Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:

Pertama: Perbaikan secara dhahir. Hal ini bisa di lakukan di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara yang nampak.  Ini didominasi oleh kaum laki-laki karena merekalah yang bisa keluar untuk melakukannya.

Kedua: Perbaikan masyarakat yang dilakukan dari dalam rumah. Hal ini dilakukan di dalam rumah dan merupakan tugas kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama.” (Al Ahzab: 33)
Oleh karena itu  peran dalam  perbaikan masyarakat separuhnya atau bahkan mayoritasnya tergantung kepada wanita. Hal ini disebabkan dua alasan:
1. Jumlah kaum wanita sama dengan laki-laki, bahkan lebih banyak kaum wanita.  Keturunan Adam mayoritasnya adalah wanita sebagamana hal ini ditunjukkan oleh As Sunah  An Nabawiyah. Akan tetapi hal ini tentunya berbeda antara satu negeri dengan negeri lain, satu jaman dengan jaman lain. Terkadang di suatu negeri jumlah kaum wanita lebih dominan dari pada jumlah lelaki atau sebaliknya.  Intinya, wanita memiliki peran yang sangat besar dalam perbaikan masyarakat.
2. Tumbuh dan berkembangnya satu generasi pada awalnya berada dibawah asuhan wanita. Sehingga sangat jelaslah peran wanita dalam perbaikan masyarakat. (Lihat Daurul Mar’ah Fi Ishlahil Mujtama’)


Ibadah Wanita di Dalam Rumah



Dengan berdiam di rumah, bukan berarti wanita tidak  bisa melaksanakan aktifitas ibadah. Banyak ibadah yang bisa dilakukan di rumah seperti shalat, puasa , membaca Al Qur’an, berdizkir, dan ibadah-ibadah lainnya. Bahkan Sebaik-baik shalat bagi wanita adalah di rumahnya. Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa   hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya” (HR. Abu Dawud 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Namun demikian, jika wanita ingin melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang. Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia” (HR. Muslim 442).
Bahkan dengan tetap tinggal di rumahnya, wanita bisa mendapatkan pahala yang banyak Aktifitas hariannya di dalam rumah bisa bernilai pahala. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia mengatakan :
Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, laki-laki memiliki keutamaan dan mereka juga berjihad di jalan Allah. Apakah bagi kami kaum wanita bisa mendapatkan amalan orang yang jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda : “ Brangsiapa di antara kalian yang tinggal di rumahnya  maka dia mendapatkan pahala mujahid di jalan Allah.” (Lihat tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim surat Al Ahzab 33)

Adab Keluar Rumah bagi Muslimah



walaupun syariat menetapkan engkau harus tinggal di rumah, namun bila ada kebutuhan, dibolehkan bagi wanita untuk keluar rumah dengan memperhatikan adab-adab berikut ini:

Pertama. Memakai hijab syar’i yang menutup aurat.

Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu” (Al Ahzab: 59)

Kedua. Jangan memakai wangi-wangian.

Dilarang memakai wewangian ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Wanita mana saja yang memakai wewangian, maka janganlah dia menghadiri  shalat Isya’ bersama kami” (HR. Muslim 444).

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang wanita pezina” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 323)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:ا
“Setiap mata itu berzina. Bila seorang wanita memakai wewangian kemudian ia melewati kumpulan laki-laki laki-laki (yang bukan mahramnya) maka wanita itu begini dan begitu.” (HR. Tirmidzi  2937. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi  2237)

“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium wanginya, maka wanita itu pezina.” (HR Ahmad 4/414, dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’us Shahih 4/311)

Ketiga. Berjalan dengan sopan

Ketika berjalan, tidak dengan menggesek-gesekkan sandal/sepatu dengan sengaja dan jangan pula menghentak-hentakkan kaki agar terdengar suara gelang kaki, karena Allah Ta’ala berfirman:

“Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yang disembunyikan dari perhiasan mereka.” (An Nur: 31)
Jangan pula engkau berlenggak lenggok ketika berjalan sehingga mengundang pandangan lelaki karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan:

“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.” (HR. Tirmidzi 1183, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil 273)

Keempat. Hendaklah keluar rumah dengan seizin suami.

Apabila telah menikah, wanita harus minta izin kepada suami ketika keluar rumah , termasuk ketika pergi ke masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. Bukhari 873 dan Muslim 442)

Kelima. Jika bepergian jauh harus bersama mahram.

Bila jarak perjalanan yang ditempuh adalah jarak safar maka wanita harus didampingi mahram karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.” (HR. Muslim 1341)

Keenam. Menjaga pandangan dan merendahkan suara

Hendaklah pandangan mata, jangan mengarahkan pandangan ke kiri dan ke kanan kecuali bila ada kebutuhan, karena Allah Ta’ala berfirman:

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka…” (An Nur: 31)
Apabila berjalan bersama sesama wanita sementara di sana ada lelaki, hendaklah jangan berbicara yang mengundang fitnah.  Demikianlah yang Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya:

“Maka janganlah kalian melembut-lembutkan suara ketika berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al Ahzab: 32)
Saudariku muslimah demikianlah beberapa adab Islami yang sepatutnya diperhatikan saat keluar dari rumah. Sungguh kemuliaan akan diraih bila senantiasa berpegang dengan adab yang diajarkan agama Islam. Sebaliknya kehinaan akan terjadi ketika ajaran agama telah jauh ditinggalkan.


Wahai Muslimah renungkanlah! Betapa banyak pahala yang melimpah meskipun kalian tetap tinggal di rumah. Betapa banyak pula tugas-tugas mulia yang bisa dilakukan di dalam rumah. Melaksanakan ibadah di rumah, mengurus rumah tangga, mendidik anak menjadi genarasi shalihah, dan kegiatan lain yang bernilai pahala. Tidak ada profesi yang lebih mulia bagi wanitaselain tinggal di rumahnya untuk menjadi ibu rumah tangga.
Wallahu a’lam. Wa shallallah ‘alaa Nabiyyina Muhammad.

Kamis, 26 Juli 2012

Perempuan Mulia

Perempuan dalam industri kapitalis makin telanjang. Tak afdhal rasanya tanpa memasang tubuh molek mereka, baik dalam iklan, musik, sinetron maupun film. Perempuan dalam ideologi kapitalis memang begitu direndahkan. Hanya dinilai dari kemolekan tubuhnya, dieksploitasi setiap inchi tubuhnya demi rupiah. Makin seksi, makin berani buka-bukaan, makin menggiurkan bayarannya.

Berjejalanlah kaum perempuan untuk antre dieksploitasi. Hal ini mengundang kesimpulan, lenyapnya harga diri mereka. Sayangnya, sebagian juga Muslimah. Ini terjadi karena rendahnya kesadaran kaum perempuan akan harkat dan martabat dirinya. Mereka sudah termakan racun ideologi kapitalis yang mendefinisikan perempuan ideal sebagai: perempuan mandiri, bebas berekspresi dan menjunjung tinggi hak asasi.

Perempuan seperti ini memahami kebahagiaan dari materi. Mereka memandang kecantikan dan kemolekan tubuhnya sebagai aset berharga yang harus dimanfaatkan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia.

Tentu saja, pihak yang merendahkan perempuan, sejatinya memiliki harga diri lebih rendah. Ya, pengeksploitasi tubuh perempuan adalah manusia hina, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka adalah pihak yang suka mempermainkan perempuan, menjadikannya barang mainan. Mereka bukanlah orang yang pantas dihargai, karena tidak menghargai perempuan.

Mereka lupa bahwa ibu, istri, nenek, adik atau kakak mereka perempuan. Bahkan di antara mereka juga punya anak perempuan. Relakah jika para perempuan suci di sekelilingnya itu dieksploitasi? Relakah bila ibu, istri atau anak gadis mereka sendiri ditelanjangi dan ditonton jutaan mata? Orang tak waras saja yang menjawab iya.
Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda yang artinya: “tidak akan memuliakan perempuan kecuali lelaki yang mulia, tidak merendahkan perempuan kecuali lelaki yang rendah pula.”


Ironisnya, para pejuang harkat dan martabat perempuan diam saja menyaksikan proses eksploitasi besar-besaran terhadap kaumnya. Mereka justru berteriak nyaring jika perempuan diamankan dari keterjerumusan harga dirinya.

Ketika ada upaya umat Muslim untuk melindungi kaum perempuan (Muslimah) dengan pakaian takwa, para aktivis yang mengklaim memperjuangkan hak-hak perempuan itu langsung berteriak: jilbab itu tidak trendy, pengekang aktivitas, simbol budaya Arab, bukan syariat Islam, dan menghambat kebebasan berekspresi. Dihambatlah berbagai regulasi yang berbau Islam, seperti perda yang mewajibkan perempuan menutup aurat dan memberlakukan jam malam untuk perempuan, beberapa waktu lalu.

Sebaliknya, mereka membela model porno, pelaku adegan mesum, dan bahkan pezina seks komersial sebagai profesi. Mereka mencak-mencak kalau perempuan-perempuan itu diusik dari kebebasannya berekspresi.

Demikian pula ketika ada upaya umat Muslim untuk mengembalikan aktivitas perempuan ke rumah, penggiat kesetaraan gender langsung gerah. Mereka segera mempropagandakan kemandirian ekonomi dan pemberdayaan perempuan. Perempuan dilepaskan dari ketergantungan pernafkahannya pada wali atau suami.

Akibatnya, perempuan didorong menghidupi dirinya sendiri dengan berkeliaran di ranah publik. Di sana tubuhnya menjadi terkaman mata para lelaki hidung belang. Pelecehan, perkosaan hingga perzinaan jadi bagian cerita sehari-hari.

Padahal, dengan mendudukkan kembali fungsi dan peran perempuan di rumah, eksploitasi atas tubuh perempuan bisa dihentikan. Jika perempuan memahami kodratnya sebagai wanita baik-baik dengan lebih dominan beraktivitas di rumah, insya Allah tidak ada kesempatan untuk berpose bugil, beradegan mesum, atau berlenggak-lenggok tanpa busana. Tidak akan terjadi buka-bukaan aurat yang menggoda mata nafsu laki-laki yang memang kodratnya harus berkiprah di ranah publik sebagai pencari nafkah.

Lagipula, sejatinya kebahagiaan perempuan adalah di rumah. Ya, setinggi apapun perempuan 'terbang' di ruang publik, pasti 'hinggap' juga ke sarang, yakni rumahnya. Rumah adalah istana terindah bagi kaum perempuan, dengan malaikat-malaikat kecil berupa putra-putrinya yang selalu dirindu.
Ya, perempuan rumahan adalah perempuan mulia. Dia menjaga harga diri, punya rasa malu tinggi, menjaga nama baik diri maupun keluarga. Selayaknya perempuan menjadikan rumah sebagai sumber aktivitasnya.

Memang, tidak dilarang beraktivitas di luar rumah bagi kaum perempuan. Tapi, harus memenuhi syarat-syarat sesuai syariat Islam. Seperti menutup aurat, tidak membahayakan diri, tidak khalwat dan ikhtilat, tidak mengandalkan kemolekan tubuh/tabaruj, bermuamalah yang halal, ditemani mahram bila bepergian lebih dari sehari semalam, dll.

Demikian seharusnya, di manapun berada, Muslimah sejati selalu menjaga harga diri. Ini adalah kewajiban yang tak boleh diabaikan. Haram mengeksploitasi tubuh untuk motif apapun, apalagi sekadar materi

Saatnya kita mensucikan diri di bulan Ramadhan

Hal yang paling menonjol dilakukan kaum Muslim selama bulan Ramadhan adalah tazkiyatun-nafsi (penyucian diri). Ramadhan bahkan sering dijadikan sebagai momentum untuk menyucikan diri.

Secara bahasa, istilah tazkiyah an-nafs merupakan gabungan dari dua kata, yakni tazkiyah dan nafs. Tazkiyah berasal dari kata zakkâ-yuzzaki-tazkiyah, yang maknanya sama dengan tathhîr (dari kata thahhara-yuthahhiru-tathhîr[ah]), yang berarti penyucian, pembersihan, atau pemurnian. (Lihat: Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, 1996, hlm. 469; Lihat juga: ar-Razi, 1995: 1/115). Adapun nafs adalah kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab, kata nafs sering diterjemahkan dengan diri, jasad, jiwa, nafsu, ruh, atau kalbu (Lihat: Ibn Manzhur, t.t., 6/234-238).
Perbedaan dalam memaknai kata nafs ini—yang di antaranya dimaknai secara bahasa semata—berimplikasi pada lahirnya perbedaan di dalam memahami konsep tazkiyatun-nafsi. Karena konsep yang dipahami berbeda, maka 'aksi' yang dilakukan dalam rangka tazkiyatun-nafsi juga berbeda-beda meski mengarah pada aktivitas yang sama: bersifat ritual, spiritual dan individual semata. Ini karena nafs sering diartikan sebagai jiwa, sedangkan jiwa sering diidentikkan dengan kalbu, bahkan ruh. Kalbu sendiri sering dipahami sebagai hati/perasaan sehingga istilah 'manajemen kalbu' lebih tampak sebagai 'manajemen perasaan'.

Di sisi lain, ada faktor lain yang lebih dominan dalam memunculkan aktivitas sebagian kaum Muslim dalam upayanya melakukan proses tazkiyah an-nafs yang tampak hanya bersifat ritual, spiritual, dan individual belaka. Faktor yang dimaksud tidak lain adalah dominannya sekulerisme dan sekulerisasi dalam seluruh aspek kehidupan kaum Muslim yang dipaksakan oleh negara.

Akibat sekulerisme dan sekulerisasi, tazkiyatun-nafsi sering bersifat ritual karena yang tampak ke permukaan adalah sebatas praktik memperbanyak ibadah-ibadah ritual seperti shalat dan shaum sunnah, zikir/wirid, dll. Praktik ibadah secara umum seperti muamalat (dalam lingkup sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya, pemerintahan, hukum, dan keamanan)—yang notanebe juga harus dijalankan sesuai dengan aturan-aturan Allah sebagaimana halnya shalat dan shaum—cenderung diabaikan sama sekali.

Tazkiyatun-nafs juga sering bersifat spiritual karena yang menonjol adalah aspek 'batiniah'-nya semata, tanpa mengaitkannya dengan gerak dan perilaku lahiriah. Bagaimana, misalnya, ada seorang Muslim yang rajin melapalkan dzikir/wirid berjam-jam setiap hari, sementara di luar itu ia tetap menjalankan transaksi riba, diam terhadap berbagai kemungkaran, tidak mau terlibat dalam perjuangan menegakkan syariat Islam, dll? Bagaimana pula, misalnya, ada artis atau selebritis yang begitu merasakan ketentraman dalam melaksanakan umrah pada bulan Ramadhan, sementara pada saat yang sama ia juga merasa 'tentram' dengan profesinya yang menuntut dirinya melakukan pornografi dan pornoaksi setiap hari dengan memamerkan auratnya, atau merasa 'tenang' dengan pergaulan bebas yang dijalaninya?

Tazkiyatun-nafs juga sering bersifat individual karena yang kerap terjadi sebatas menyentuh hal-hal yang berada dalam wilayah privat, tidak menyentuh wilayah sosial; apalagi wilayah politik, ekonomi, pemerintahan dan hukum.

*****

Di dalam Alquran, ada beberapa pengertian dari tazkiyah an-nafs. Di antaranya adalah:
Pertama, menyucikan diri dari kemusyrikan dan kekufuran: Dialah Yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka… (TQS al-Jumuah [62]: 2).

Menurut Imam ath-Thabari, maksud frase yuzakkîhim (menyucikan mereka) dalam ayat di atas adalah menyucikan mereka dari kekufuran (QS ath-Thabari, 28/93). Frase yuzakkîhim, menurut Imam al-Qurthubi, juga bisa bermakna menjadikan kalbu-kalbu mereka suci dengan keimanan.

Kedua, menyucikan diri dari keburukan-keburukan amal perbuatan dengan melakukan amal-amal shalih. Pengertian ini antara lain dikemukakan oleh Abi as-Sa'ud ketika menafsirkan ayat di atas (Tafsir Abi as-Sa'ud, VIII/247).

Ketiga, menjalankan ketaatan kepada Allah: Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu… (TQS asy-Syam [91]: 6-9). Menurut Imam al-Qurthubi dan Imam Ibn Katsir, frase man zakkâha maksudnya adalah siapa yang disucikan jiwa oleh Allah dengan ketaatan kepada-Nya.

Keempat, tidak memiliki dosa atau bertobat dari dosa-dosa: Musa berkata, "Mengapa kamu membunuh jiwa yang suci?" (TQS al-Kahfi [18]: 74).
Mengutip Abu Amr, Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa kata zakiyyah dalam ayat di atas adalah orang yang tidak berdosa sedikit pun, tetapi bisa juga orang yang berdosa kemudian ia bertobat dari dosanya.

Kelima, totalitas keimanan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala Itu adalah balasan bagi orang yang menyucikan diri. (TQS Thaha [20] 76). Ibn Katsir menyatakan, man tazakkâ pada ayat di atas maknanya adalah yang menyucikan dirinya dari dosa, keburukan dan syirik; hanya menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dan senantiasa mengikuti segala perbuatan baik  sebagaimana yang dicontohkan oleh para rasul.
Walhasil, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa konsep tazkiyah an-nafs sesungguhnya mencakup dua hal saja, yakni memurnikan keimanan kepada Allah dan menjalankan ketaatan secara total kepada-Nya. Itu hanya mungkin jika umat ini memberlakukan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka.

Wallâhu a'lam bi ash-shawâb

Rabu, 25 Juli 2012

kewajiban didahulukan daripada keutamaan

Ada beberapa perkara yang sisi lahiriahnya adalah keutamaan, sedangkan sisi 'batiniah'-nya adalah kewajiban:
1. membaca Alquran adalah keutamaan, mengamalkan isinya adalah kewajiban;
2. bergaul dengan orang-orang shalih adalah keutamaan, sementara meneladani keshalihan mereka adalah kewajiban;
3. ziarah kubur adalah keutamaan, sementara mempersiapkan bekal (dengan memperbanyak amal-amal shalih) sebelum masuk ke alam kubur adalah kewajiban.
Demikian menurut Sayidina Utsman bin Affan ra dalam suatu riwayat, sebagaimana dikutip Imam an-Nawawi dalam sebuah kitabnya.
Melalui pesan Utsman di atas setidaknya kita memahami: Pertama, penting membaca Alquran, tetapi lebih penting lagi mengamalkan isinya; penting untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih, namun lebih penting lagi mene-ladani keshalihan mereka; penting untuk melakukan ziarah kubur, tetapi lebih penting lagi adalah mempersiapkan amal shalih untuk bekal di alam kubur.
Alasannya jelas. Bagaimanapun kewajiban harus lebih didahulukan dari-pada keutamaan. Sebab, tentu tak ada keutamaan jika yang wajib ditinggalkan, meski yang sunnah dikerjakan. Bagi seorang Muslim, membaca Alquran, misal-nya, adalah sunnah dan keutamaan. Namun, jika isi Alquran yang ia baca tak diamalkan, tentu membacanya tidak lagi menjadi keutamaan bagi dirinya; sekadar menjadi 'hiasan', tetapi tak mendatangkan manfaat atau keberkahan. Sebab, bukan-kah Alquran Allah turunkan agar dijadikan pedoman, bukan sekadar dijadikan bacaan? Allah Subahanahu Wa Ta'ala bahkan telah mencela orang-orang yang mengabaikan isi Alquran
"Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur'an itu sesuatu yang tidak diacuhkan."
(Q.S. al-Furqan 25:30)
Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufassir dikategorikan sebagai tindakan mengabaikan Alquran. Di antaranya adalah tidak mengamalkan serta mematuhi perintah dan larangannya (Ibn Katsir, I/1335); tidak mau berhukum dengannya (Wahbah Zuhaili, IXX/61).
Saat ini banyak Muslim yang sering mengutamakan hal-hal yang sunnah, seraya mengabaikan perkara-perkara yang wajib. Mereka lebih menomorsatukan hal-hal yang sesungguhnya hanya merupakan keutamaan, sementara mereka menomor-duakan hal-hal yang sesungguhnya meru-pakan kewajiban.
Mungkin kita pernah atau malah sering menyaksikan pemandangan beri-kut: seseorang rajin menghadiri majelis-majelis dzikir, tetapi dalam bekerja kepada orang lain ia sering mangkir; seseorang banyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah, namun banyak pula ia melaku-kan ghibah; seseorang rajin menunaikan shalat-shalat sunnah, tetapi rajin pula melakukan perkara-perkara bid'ah; sese-orang biasa berpuasa senin-kamis, tetapi biasa pula bersikap pragmatis (tak peduli halal-haram); seseorang rajin bersedekah, namun tak peduli nafkahnya ia peroleh dari jalan yang salah; seseorang berkali-kali melakukan ibadah umrah, tetapi tak sekalipun ia mau saat diajak berdakwah; seseorang rajin membaca Alquran, namun perintah dan larangan yang ada di dalamnya sering ia abaikan; seseorang mengklaim cinta dan banyak bershalawat kepada Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam namun terhadap nasib Islam yang beliau bawa dan masa depan umatnya ia tak peduli; seseorang biasa  menyantuni fakir-miskin dan kaum dhuafa, namun biasa pula ia makan dari uang hasil riba; seseorang bergelar haji bahkan ke Makkah lebih dari sekali tetapi terhadap tetangganya yang miskin sering tak peduli; seseorang selalu berusaha menjaga citra dan kehormatan diri, namun auratnya ia pamerkan ke sana-kemari dan perilakunya tak terpuji; seseorang menjadi donatur kegiatan keagamaan/sosial di sana-sini, namun hartanya ternyata hasil korupsi. Demikian seterusnya hingga kita sering menyaksikan hal-hal yang saling berkontradiksi.
Padahal Allah Subahanahu Wa Ta'ala pun jelas telah mengutamakan kewajiban daripada perkara-perkara yang sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan bahwa Allah Subahanahu Wa Ta'ala telah berfirman, "Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Seorang hamba terus-menerus bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintai-nya…” (HR al-Bukhari).
Melalui hadits qudsi ini, jelas Allah Subahanahu Wa Ta'ala menghendaki setiap Mukmin ber-taqarrub kepada-Nya: pertama-tama dengan melaksanakan semua kewajiban, baik berupa fardlu 'ain maupun fardlu kifayah; kemudian melengkapinya de-ngan menunaikan amalan-amalan sun-nah. Dengan itu, keutamaan  bisa kita raih, dan kewajiban pun bisa kita tunaikan. Dengan itu pula, akan sempurnalah taqarrub kita kepada-Nya. Wa mâ tawfîqî illâ billâh

Selasa, 24 Juli 2012

Muslim itu harus Jujur

Seorang Muslim sejatinya bukanlah pem- bohong atau orang yang biasa melakukan kebohongan. Bahkan seharusnya ia tidak pernah berbohong; kecuali dalam hal yang dibenarkan oleh syariah, seperti pada saat berperang melawan musuh atau demi mendamaikan dua orang Muslim yang sedang berselisih. Sebaliknya, seorang Muslim wajib selalu berkata dan bersikap jujur/benar. Apalagi jika dia adalah seorang pemimpin umat, tokoh masyarakat, atau malah seorang pejabat atau penguasa.
Berbohong jelas perbuatan dosa. Sebaliknya, berkata dan berperilaku jujur/benar adalah wajib. Allah Subhanahhu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan jadilah kalian beserta orang-orang yang jujur/benar (QS at- Taubah [9]: 119).
Dalam kitab Hawasyi Syarh al-'Aqa'id, al-'Allamah Ibn Abi Syarif menyatakan, “Dalam istilah kaum sufi, kejujuran/kebenaran (ash-shidqu) bermakna: samanya (perilaku seseorang) dalam keadaan tersembunyi (dari manusia) maupun dalam keadaan terang-terangan(terlihat manusia); kesesuaian (penampakan) lahiriah seseorang dengan batiniahnya. Dengan kata lainkeadaan seorang hamba tidak bertentangan dengan perilakunya, dan perilakunya tidak berlawanan dengan keadaannya.”
Dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah karya Syaikh Zakariya dinyatakan bahwa al-Junaid pernah ditanya, “Samakah sikap jujur/benar dengan ikhlas?” ia menjawab, “Keduanya berbeda. Jujur/benar itu pangkal/pokok (ashl[un]), sementara ikhlas itu ranting/cabang (far'[un]). Kejujuran/kebenaran adalah pangkal segala sesuatu, sedangkan keikhlasan tidak terjadi kecuali setelah melakukan perbuatan. Amal perbuatan tidaklah diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala   kecuali dengan sikap jujur/benar dan ikhlas.”
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah; yakni dengan cara meninggalkan maksiat (dan tentu dengan menjalankan ketaatankepada Allah Ta'ala). Jadilah kalian beserta orang-orang yang jujur/benar; yakni baik dalam keimanan maupun dalam memenuhi berbagai macam perjanjian.  Sebagian ulama menyatakan: ma'a ash-shadiqqin (beserta orang- orang yang jujur/benar) artinya bersama orang-orang yang senantiasa berdiri di atas jalan hidup yang benar ('ala minhaj al-haqq).
Terkait dengan ayat di atas, di dalam sebuah hadisnya Baginda Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Mas'ud, “Sesungguhnya kejujuran/kebenaran (ash-shidqu) mengantarkan pada kebaikan (al-birru), dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan pada surga. Sesungguhnya kebohongan/kedustaan mengantarkan pada kefasikan/kemaksiatan, dan sesungguhnya kefasikan/kemaksiatan mengantarkan pada neraka. Sesungguhnya seseorang yang benar-benar bersikap jujur/benar akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur/benar. Sesungguhnya seseorang yang benar- benar berbohong di sisi Allah akan dicatat sebagai pembohong.” (Mutaffaq 'alaih).
Maknanya, kejujuran/kebenaran dalam ucapan akan mengantarkan pada amal shalih yang sunyi dari segala cela. Dalam hal ini al-birru adalah nama untuk
menyebut segala jenis kebaikan (al-khayr). Imam al- Qurthubi berkata, “Setiap orang yang memahami Allah Subhanahu wa Ta 'ala wajib bersikap jujur/benar dalam ucapan, ikhlas dalam amal perbuatan dan senantiasa 'bersih' (tidak banyak melakukan dosa/kemaksiatan) dalam seluruh keadaan. Siapapun yang keadaannya seperti itu, dialah orang-orang benar-benar baik dan benar-benar ada dalam ridha Allah Yang Maha Pengampun.” (Lihat: Muhammad bin 'Allan ash-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, I/ 146).
Seorang yang jujur/benar pasti akan jauh dari sifat- sifat munafik—sebagaimana dinyatakan oleh Baginda Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam—yakni: dusta dalam berbicara;  ingkar janji, mengkhianati amanah (HR al-Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan sifat munafik ini, Sahabat Hudzaifah ra pernah berkata, “Orang-orang munafik sekarang lebih jahat (berbahaya) daripada orang munafik pada masa Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam” Saat ia ditanya, “Mengapa demikian?” Hudzaifah menjawab, “Sesungguhnya pada masa Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mereka menyembunyikan kemunafikannya, sedangkan sekarang mereka berani menampakkannya.” (Diriwayatkan oleh al-Farayabi tentang sifat an-nifaq (51-51), dengan isnad sahih).
Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Al-Kidzb (dusta) adalah salah satu rukun  dari kekufuran.” Selanjutnya ia menuturkan bahwa jika Allah menyebut kata nifak dalam Alquran, maka Dia menyebutnya bersama dengan dusta (al-kidzb). Demikian pula sebaliknya (Lihat: QS al- Baqarah: 9-10; QS al-Munafiqun: 1).
Walhasil, dusta/bohong merupakan karakter yang secara kongkret membuktikan bahwa pelakunya telah terjangkiti virus kemunafikan. Semoga kita terpelihara dari sifat tersebut. Amin

wanita itu berharga

“Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri, ia akan hidup kecil dan mati sebagai orang kecil. Sedangkan orang yang hidup untuk umatnya, ia akan hidup mulia dan besar, serta tidak akan pernah mati”. (Sayyid Qutbh).
Keberadaan makhluk diciptakan Allah adalah untuk membangun peradaban yang baik di dunia ini dan sekaligus untuk beribadah kepadaNya. Selama semua makhluk itu selalu berpijak pada pedoman hidup yang telah dikirimkan kepada utusanNya yang mulia maka semua proses akan berjalan dengan maksimal. Dan pencapaian itu tentu dengan kapasitas yang sudah ditunjuk pada masing-masing individu tentunya. Tidak ada saling lebih di antara yang lainnya kecuali tingkat ketaqwaannya.
Selama semua makhluk juga sadar akan keterikatannya dengan yang lain dalam lingkungan social yang ada maka kesinambungan dan keberlangsungan hidupnya juga harus memiliki aturan satu dengan yang lainnya. Charles Darwin, yang memulai karir ilmiahnya sebagai seorang geology tetapi kemudian menjadi tertarik pada biologi selama ekspedisinya ke Kepulauan Galapagos, dimana ia Fauna pulau. Pengamatan-pengamatannya merangsang Darwin untuk berspekulasi tentang pengaruh isolasi geografis pada formasi species dan secara bertahap membawanya kepada formulasi teori evolusinya. Dia menggambarkan hakekat kehidupan sosial dengan tendensi yang keliru yang berakar pada pandangan tentang alam yang dimiliki oleh pengikutnya dalam ilmu social (“Sosial darwinists”) pada abad kesembilan belas, yang percaya bahwa semua kehidupan dalam masyarakat harus berjuang untuk bereksistensi yang diatur oleh Hukum “Survival of the Fittest”. Kelirunya lagi sebagian kita secara tidak sadar menjadi penganut mahzab tersebut, dengan berorientasi pada hasil bukan pada proses. Saling mengorbankan yang lain, serta pendefinisian yang salah antara pria dan wanita, karena semua selalu dengan pendekatan agresif dan bersaing total.
 Wanita dengan segala kelebihannya
Kehidupan seseorang akan lebih berharga ketika ia mempunyai peran dalam kehidupan sesamanya. Filosofi kehidupan social inilah yang sebenarnya harus terpatri dalam diri seluruh umat manusia. Keadaan pada saat krisis akan menjadi lebih ringan ketika kita semua saling berkoneksi untuk mendapatkan kemaslahatan bersama. Tidak merasa saling unggul antara satu dengan lainnya, sehingga yang justru terjadi adalah suatu gerakan dekonstruktif. Satu dengan yang lainnya itu harus saling melengkapi, begitu juga peran wanita dan laki-laki. Bersatunya wanita dan laki-laki dalam keluarga yang harmonis mempunyai andil pengasuhan anak yang jadi pendorong utama terciptanya karakter yang berujung kepada karakter masyarakat sekitarnya.
Ada 3 masa penting di setiap tahapan kehidupan seorang wanita yang didasari oleh fungsi dan perannya yang secara biologis memang diciptakan berbeda dengan laki-laki:
  1. Saat kanak-kanak usia Golden Age
Dalam sebuah penelitian tahun 2005 di Inggris (Louann Brizendine, Female Brain), dilakukan perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-laki usia empat tahun dalam hal kualitas hubungan social mereka. Dalam perbandingan ini mereka juga dinilai berdasarkan suatu skala popularitas dengan melihat berapa banyak anak lain yang ingin bermain dengan mereka. Anak perempuan menang telak. Anak-anak yang semuanya berusia empat tahun ini, sebelumnya sudah diukur kadar testosteronnya selama dalam Rahim antara usia kehamilan 12 dan 18 minggu. Pada saat itu, otak mereka sedang berkembang menjadi rancangan laki-laki atau perempuan. Anak-anak dengan kadar testosterone terendah memiliki hubungan social yang kualitasnya paling tinggi di usia empat tahun. Mereka adalah anak-anak perempuan.
Di otak perempuan, sirkuit untuk melakukan serangan lebih erat kaitannya dengan berbagai fungsi kognitif, emosional, dan verbal daripada jalur agresi laki-laki, yang lebih terhubung dengan beberapa area otak untuk aksi. Dari situ bisa kita lihat perbedaan mendasar yang harus kita fahami bahwa walaupun kita beri mainan anak-anak yang sama, baik itu laki-laki maupun perempuan akan beda penyikapan mereka atas mainan tersebut, contohnya adalah ketika anak perempuan diberi truk mainan tetap disikapi dengan menggendong mainan tersebut bukan memainkannya sebagaimana fungsinya, berbeda ketika mainan itu diberi kepada anak laki-laki.
Pembentukan otak manusia pada saat paling vital terbangun 80% pada saat golden age. Dimana sejarah perkembangan dan pembentukan karakter dibangun saat golden age ini. Anak yang mendapat pembinaan di usia ini akan berdampak kepada peningkatan etos kerja, produktivitas yang maksimal dan pada akhirnya mampu megoptimalkan potensinya yang ada. Peran ibu yang stabil secara emosi dan kejiwaan,  sangat berperan dalam usia pembentukan ini. Stres ibu selama kehamilan berpengaruh pada reaksi emosi dan reaksi hormone stress, khususnya pada keturunan perempuan.
  1. Pada saat menjadi ibu di usia subur
Pada saat  masa kesuburan yang ditandai dengan datangnya masa haid pertama, setiap wanita akan mengalami pasang surut emosi selama rentang waktu evolusi haid tersebut. Yang tidak dialami oleh laki-laki. Dan tingkat keunggulan calon anak yang baik terjadi pada saat usia-usia produktif pembuahan. Siapapun yang pernah merasakan masa kehamilan akan terjadi secara otomatis rasa keibuan mereka. Walaupun sebelumnya tidak ada bayangan sama sekali.
Para ilmuwan di universitas College, London, menemukan bahwa beberapa bagian otak yang biasanya tersedia untuk membentuk penilaian kritis dan negative terhadap orang lain-misalnya, anterior cingulate cortex-padam ketika seseorang menatap orang yang dicintai. Respon pengasuhan lembut yang ditimbulkan sirkuit-sirkuit oksitosin ini diperkuat oleh rasa senang yang timbul karena semburan dopamine (senyawa kimia kesenangan dan imbalan). Dalam otak seorang ibu, dopamine didongkrak oleh estrogen dan oksitosin. (Louann Brizendine, Female Brain).
Pada saat inilah peran penting terbangunnya peradaban dimulai, ketika  seorang ibu secara naluriahnya yang khas memegang peran utama dalam pengasuhan anaknya. Pembentukan karakter keluarga tergantung dari pembagian peran dalam keluarga tersebut. Ketika ibu  bertanggung jawab atas pengasuhan anaknya dan seorang ayah mendukung peran ibu dalam menstabilkan emosinya serta finansial keluarga maka terciptalah hubungan yang harmonis. Seperti kita tahu peranan keluarga dalam pembentukan masyarakat sangatlah penting. Dalam harian KOMPAS, 4 Maret 2012 lalu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, bunuh diri yang terjadi di Jakarta dan wilayah sekitarnya sebagian besar dipicu masalah internal keluarga. Serta menurut dokter kesehatan jiwa di Rumah Sakit Duren Sawit, Joni H Ismoyo, kunci utama untuk mengurangi ketegangan jiwa adalah menjalin komunikasi yang lancar antar anggota keluarga.
  1. Saat menopause
Kebutuhan untuk tetap berada pada orang-orang yang disayangi saat usia kehidupan mencapai usia menopause sangat berharga. Kehadiran anak-anak dan cucu-cucunya. Bayangkan jika makin banyak perempuan menopause single yang hidup sendiri. Empat dari lima perempuan usia 50 tahun berkata bahwa membantu orang lain adalah penting bagi mereka (Louann Brizendine, Female Brain).  Pada saat menopause, otak perempuan kebanyakan, diprogram oleh suatu interaksi yang rumit. Interaksi terjadi antara hormone, sentuhan fisik, emosi, dan sirkuit-sirkuit otak untuk menjaga, memenuhi kebutuhan, dan membantu orang-orang di sekelilingnya. Dalam kaitannya dengan masyarakat, dia selalu terdorong untuk menyenangkan orang lain. Desakan untuk membentuk hubungan serta keinginan dan kemampuan yang sangat terasah untuk membaca emosi, kadang ,memaksanya untuk menolong sekalipun dalam kasus-kasus yang tak berpengharapan.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa usia menopause juga merupakan salah satu usia produktif bagi kaum wanita untuk menggerakkan seluruh kemampuannya berdasarkan pengalaman hidup mereka yang sudah matang. Dalam beberapa kasus keterlibatan mereka dalam lingkungan social menyebabkan stabilnya kesehatan di usia mereka.
Ketika kita fahami tahapan-tahapan pada kehidupan wanita tadi ada banyak hal yang seharusnya bisa di lakukan. Hal paling penting adalah memetakan waktu-waktu dalam kehidupan tadi. Apa yang seharusnya dilakukan, seperti umur berapa usia perkawinan produktif agar terlahirnya generasi baru yang tumbuh kembangnya optimal. Dan juga segala sesuatu untuk keberlangsungan hidup yang seimbang. Untuk itu juga ada 2 hal yang juga harus dioptimalkan seorang wanita:
  1. Pahami benar tugas dan peran di setiap tahapan agar semuanya bisa dilalui dengan baik. Tugas seorang ibu sejak awal faham bagaimana karakteristik anak laki-laki dan perempuan mereka. Bukan seperti yang dianut oleh para feminis bahwa perbedaan perlakuan atas jenis kelamin anak akibat perilaku budaya setempat. Sudah kita buktikan di atas bahwa  secara biologis wanita dan laki-laki berbeda memang berbeda.
  2. Mantapkan keilmuan karena kesadaran akan tugas dan peran memerlukan banyak pengetahuan. Pengetahuan akan banyak membuka wawasan serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Keseimbangan emosi dan kestabilan jiwa seorang wanita didasari dekatnya hubungan mereka dengan Rabb-nya. Ketika menghadapi permasalahan ketidak seimbangan hormon, tidak menjadikannya seorang yang lompatan kestabilannya melenting jauh.
(Tulisan mba' Fiatri Widuri, ST , Ketua Kelompok Kajian Salimah)

adab berpuasa....................

Dalam ibadah puasa Ramadan, Rasulullah telah .menunjukkan teladan yang terbaik untuk diikuti oleh umatnya. Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda dalam sebuah hadis baginda yang bermaksud
“Apabila seorang dari kamu sekelian berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan berteri cmak. Bila dicela orang lain atau dimusuhi, maka katakanlah- sesungguhnya aku ini sedang berpuasa.”
Sebagaimana penjelasan baginda Rasulullah sendiri bahawa orang yang berpuasa itu pada hari kiamat nanti bau mulutnya akan lebih harum dari bau kasturi.
Dalam penyempurnaan ibadat puasa Ramadan, beberapa langkah yang telah diambil oleh baginda antaranya ialah:
* Memantapkan niat – Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda yang bermaksud : “Sesiapa yang tidak menetapkan akan berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)
* Melaksanakan makan sahur – Anas bin Malik r.a. telah berkata telah bersabda Rasululla Shalallaahu 'Alayhi Wasallam. yang bermaksud: Sahurlah kamu sekelian, sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkatannya. (riwayat Muslim).
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani yang dimaksudkan dengan berkat itu adalah ganjaran pahala dari Allah. Sahur akan menguatkan lagi semangat dalam berpuasa serta dapat membantu seseorang itu untuk melakukan apa juga bentuk ibadat sepanjang ibadat puasa dilaksanakan.
* Imsak Rasulullah – Rasululalh Shalallaahu 'Alayhi Wasallam. bersabda : “Apabila salah seorang dari kamu mendengar azan subuh padahal bekas minuman masih di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sehingga dia menyelesaikan meminumnya”. (riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah).
Keadaan yang digambarkan oleh hadis tersebut ialah kepada seseorang yang terlewat ketika bangun untuk makan sahur.
* Mempercepat berbuka – Sahl bin Saad berkata sesungguhnya Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam telah bersabda: Telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Hamba-hamba-Ku yang lebih aku cintai ialah mereka yang segera berbuka puasa bila tiba masanya”. (riwayat Tirmizi dan Abu Hurairah).
* Memperbanyak membaca al-Quran – Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda yang bermaksud: Orang yang berkumpul di masjid dan membaca al-Quran, maka kepada mereka Allah akan menurunkan kelemahan batin dan limpahan rahmat. (riwayat Muslim).
Barang siapa yang membaca satu huruf al-Quran, maka pahala untuknya sepuluh kali ganda.
Namun membaca dalam konteks hadis di atas adalah ketenangan dan limpahan rahmat akan lebih mudah dicapai bila tadarus diertikan dengan mempelajari, menelaah dan menikmati al-Quran.
* Memperbanyakkan sedekah – Sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadan. Bersedekah bukan hanya memberi wang, tetapi termasuklah mengajak orang lain berbuka puasa di rumah kita terutama kepada golongan fakir miskin.
Orang yang berpuasa wajib meninggalkan akhlak yang buruk.Segala tingkah laku mestilah mencerminkan budi yang luhur dengan menjauhi kelakuan tidak sopan seperti mengumpat, mengeji dan sebagainya sehingga membawa kepada Allah tidak menerima amalan puasanya itu.
Rugi rasanya jika kita membiarkan Ramadan yang sedang kita tempuhi ini berlalu begitu saja sedangkan ganjaran yang sedang menanti adalah terlalu banyak.
Lakukan sesuatu yang terbaik di sisi Allah kerana pada setiap malam bulan Ramadan ada suara yang memanggil: “Wahai orang yang melakukan kebajikan terus tingkatkan apa yang kamu lakukan itu. Wahai orang yang lalai, hentikanlah segera akan kelalaian yang sedang engkau lakukan. Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kita semua jalan yang lurus, menghapuskan dosa dan memasukkan kita dalam golongan manusia yang bebas dari api neraka.”
* persaudaraan muslimah

Senin, 23 Juli 2012

Membimbing anak berpuasa

Mampu menjalankan puasa Ramadhan bagi orang dewasa adalah anugerah. Sebab boleh jadi, pada hari-hari normal sangat sulit bisa menyempatkan diri puasa sunah, Senin-Kamis misalnya. Entah karena beratnya pekerjaan maupun tingginya godaan setan. Namun suasana Ramadhan membantunya menjalani puasa penuh khidmat. Lagi pula, orang dewasa sudah berpuluh kali menjalani puasa Ramadhan sehingga sudah tahu apa tujuan, makna dan faedah puasa. Tapi, bagaimana dengan anak-anak? Haruskah mereka berpuasa? Apa faedahnya?

Bagi orang tua, membolehkan puasa Ramadhan bagi anak-anak terkadang menjadi dilema. Terlebih bagi ibu, dalam hati kecilnya tak tega menyuruh anak berpuasa,  terutama bila usia anak tergolong balita atau anak usia dini. Mereka masih dalam masa pertumbuhan sehingga puasa dikhawatirkan mengganggu proses tumbuh kembangnya. Sebab, anak butuh energi besar untuk mengimbangi gerak-gerik mereka yang sangat aktif. Biasanya, anak sedang gemar makan atau ngemil. Termasuk minum susu dengan frekuensi cukup sering. Kalau puasa, bagaimana dengan asupan gizinya? Tidakkah mengganggu pertumbuhannya fisik dan mentalnya?

Perlu dipahami, anak-anak yang mencoba untuk ikut berpuasa, sesungguhnya sedang dilatih untuk berdisiplin. Berdisiplin untuk bangun sahur pada malam hari, makan tepat waktu berbuka dan menahan nafsu. Termasuk sebagai latihan untuk taat pada perintah agama.

Latihan ini bukan hanya pada menahan lapar, tapi lebih penting pada esensi berpuasa itu sendiri. Karenanya, bila memang belum waktunya anak puasa penuh, biarlah mereka berbuka di tengah hari.

Pembiasaan puasa juga bisa mendidik anak-anak untuk jujur, misalnya mereka tetap berpuasa sekalipun teman-temannya di sekolah tidak. Kalaupun karena tidak kuat menahan lapar atau godaan teman ia terpaksa berbuka di luar rumah, anak juga bisa diajar untuk berterus-terang, bukan berbohong dan malu mengakuinya.

Insya Allah, puasa tidak akan mengganggu metabolisme tubuh mereka. Asalkan, puasa yang diterapkan pada anak memperhatikan usia dan kondisi fisik maupun psikis si anak. Artinya, jangan memaksakan puasa pada anak seperti puasanya orang dewasa, yakni mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Nah, untuk melatih anak menjalani puasa, butuh kesiapan fisik dan psikis jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. Berpuasa bagi anak bukan agenda dadakan. Orang tua wajib melakukan pendekatan kepada anak jauh sebelum bulan Ramadhan tiba.

Berikan pemahaman sesuai usia anak, mengenai hakikat puasa. Bagi balita misalnya, boleh jadi puasa diterapkan untuk mengerem mereka dari kebiasaan jajan. Toh selain boros, cemilan anak kebanyakan tak menyehatkan. Jadi, makan pokok tetap jalan, tapi di luar itu katakan puasa. Misalnya sejak sarapan sampai makan siang, itulah jadwal puasanya. Dilanjutkan hingga waktu makan pokok di sore atau malam hari.

Lakukan pula pendekatan ruhiyah, bahwa puasa akan membuatnya sehat dan disayangi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Jika disayang Allah, doa apapun akan dikabulkan dan akan masuk surga. Pahamkan pula dengan tata cara puasa, seperti harus bangun pagi, harus berbuat baik, tidak boleh ngomong jorok, dll.

Ajarkan doa-doa dan tata cara ibadah pada Ramadhan seperti shalat tarawih, tadarus, mempersiapkan buku-buku video Islami dan permainan edukatif. Ya, awal puasa biasanya anak libur sekolah sehingga dimanfaatkan untuk bermain. Apalagi puasa pertama, karena berat, untuk alihkan dengan bermain.

Hari pertama ini, mungkin agak sulit bagi anak. Bisa jadi puasanya baru sebatas sampai jam 9, 10 atau 11 pagi. Tingkatkan terus batas puasanya sesuai kemampuan mereka. Karena itu orangtua juga harus jeli melihat tanda-tanda batas kesanggupan anak. Karena tak dipungkiri juga jika lingkungan memengaruhi sikap anak.

Jangan paksakan akan puasa hingga sempurna, hanya karena mengejar gengsi atau ambisi orangtua. “Anak saya dong, baru empat tahun, puasanya kuat sampai maghrib,” begitu celoteh ibu-ibu.

Sebab bila dipaksa, justru anak akan trauma. Mereka bisa jadi malah menganggap puasa itu menyiksa. Ingat, memori pada usia dini akan terekam terus hingga dewasa. Jangan karena trauma, anak sampai dewasa justru enggan puasa. Atau jika berpuasa, tidak jujur. Misalnya tanpa sepengetahuan orangtua malah makan atau jajan.

Sementara itu, asupan gizi dan vitamin dari makanan, harus berkualitas. Idealnya menu sahur dan buka puasa harus lengkap, mengandung seluruh vitamin dan mineral yang dibutuhkan anak. Makanan juga harus fresh, sehingga kandungan gizinya terjaga. Dengan begitu, meski frekuensi makannya berkurang, tapi kebutuhan akan zat-zat penting pembangun tubuh tetap terpenuhi

Tips rasional berbelanja kebutuhan lebaran

Lebaran di depan mata. Belanja meningkat, itu sudah pasti. Tapi, bagaimana agar tidak kalap? Ingat, lebaran bukan segalanya. Insya Allah masih ada hari esok. Jangan sampai kita jadi orang bangkrut setelah pesta Idul Fitri usai. Nah, berikut ini ada beberapa tips untuk tetap rasional saat berbelanja kebutuhan lebaran:

1. Tulis anggaran pendapatan dan belanja lebaran (APBL).
Rinci secara detail, pendapatan gaji plus THR dan sumber pendapatan lain jika ada, berapa totalnya. Kemudian, rinci pula prediksi pengeluaran saat lebaran. Belanja fashion, kue, zakat, sedekah, ongkos mudik, termasuk kebiasaan memberikan bingkisan atau angpau pada kerabat. Semua harus rinci.

2. Buat skala prioritas.
Orang yang bijak belanja adalah yang mampu menetapkan prioritas kebutuhannya. Ketika mendapat THR misalnya. Ibarat rezeki nomplok, sebaiknya dimanfaatkan betul untuk pengeluaran yang sifatnya wajib. Seperti, melunasi utang yang tidak terbayar dengan gaji rutin. Memberi THR untuk pembantu maupun penjaga keamanan. Sisa dana lainnya untuk membeli barang-barang yang sifatnya wajib pula, seperti sembako.

3. Utamakan fungsi, bukan gengsi.
Belilah produk yang benar-benar dibutuhkan saja. Jangan tergoda membeli produk demi gengsi, padahal tak penting. Seperti membeli hiasan dinding untuk ruang tamu, toples kue mahal, mukena model terbaru padahal yang lama masih bisa difungsikan, dll.

4. Pertimbangan harga.
Ada harga, ada barang. Mungkin benar. Makanya, teliti sebelum membeli. Terutama terkait makanan-minuman, jangan asal murah, tapi halal dan tak kadaluarsa. Adapun belanja pakaian atau lainnya, produk berkualitas pun banyak yang dijual obral. Lebaran kerap menjadi momen bagi pusat perbelanjaan untuk cuci gudang. Tak ada salahnya dimanfaatkan, asal produk yang dibeli benar-benar dibutuhkan. Jadi, tak perlu gengsi memanfaatkan diskon, selama benar-benar masuk akal. Bukan diskon akal-akalan, yang harganya sudah dinaikkan dulu.

5. Jangan sering ke mal atau pasar.
Kebiasaan window shopping (melihat-lihat) di mal atau pasar, membahayakan isi dompet. Tadinya iseng, akhirnya terjebak juga untuk belanja. Jadi kalau tak perlu sekali untuk belanja, jangan sekali-kali menginjakkan kaki ke pusat perbelanjaan.

6. Awas termakan iklan!
Iklan menawarkan diskon ramai menghiasi halaman surat kabar, merangsang pembaca untuk mengeluarkan isi dompetnya. Untuk itu, jangan terbujuk iklan mentah-mentah. Apalagi bila produk dimaksud benar-benar tak dibutuhkan. Ingatlah, lebaran kali ini bisa jadi bukan terakhir. Tahun depan masih ada lebaran lagi. Jadi, jangan khawatir tak bisa lagi melampiaskan nafsu belanja, karena masih ada hari esok.

7. Sisakan untuk menabung.
Agar isi dompet tak mengalir semua, sisakan dana untuk menabung. Kalau perlu simpan di tempat yang sulit diakses. Misal di salah satu rekening kita, dimana kita tidak punya kartu ATM-nya. Dengan begitu tidak mudah untuk diambil. Tabungan ini berfungsi untuk safety. Terutama ketika pasca lebaran ada kebutuhan mendadak, semisal anggota keluarga sakit.
Nah, buat para ibu yang bertanggung jawab mengelola keuangan keluarga, memang dituntut kreativitasnya. Mengelola uang di saat lebaran memang membutuhkan kemampuan mengendalikan nafsu belanja. Selamat berbelanja!